Oleh: Ustadz Nuruddin Al-Haurani
Salah satu fakta yang telah disepakati dan menjadi perkara yang telah diamini semua orang dari berbagai ras, bahasa, dan lingkungan adalah tidak ada sebuah negara, tentara, entitas, atau kelompok melainkan (pasti) memiliki seorang pemimpin, dan para pemimpin inilah yang mengatur urusan-urusannya. Meskipun kepemimpinan tersebut semakin tinggi dan meningkat, ia tidak akan menyimpang dari dua hal berikut: pemimpin yang memimpin orang-orang di belakangnya menuju kesuksesan dan keamanan, atau pemimpin yang membawa mereka kepada kegagalan dan kebinasaan.
Ada dua contoh dari sirah Nabi saw. terkait permasalahan tersebut.
Sebuah surat dari Abu Sufyan, seorang pemimpin kafilah, sampai kepada Abu Jahal, pemimpin dan komandan Kaum Quraisy, bahwa Rasulullah dan pasukannya pergi untuk memantau kafilah mereka –yang di dalamnya terdapat uang dan harta perniagaan mereka yang berasal dari Syam. Mereka kemudian mengumpulkan seribu tentara atau lebih, dan hendak pergi keluar untuk melindungi kafilah. Tak lama kemudian, Abu Sufyan menyurati Abu Jahal bahwa ia akan pergi bersama kafilah menuju pesisir pantai dan mengamankannya, namun Abu Jahal bersikeras untuk pergi menemui tentara kaum muslimin. Maka Utbah bin Rabi’ah, salah seorang pemimpin Quraisy, datang menemui Abu Jahal dan berkata kepadanya dan pasukannya, “Tinggalkanlah Muhammad dan apa yang ia seru. Jika ia memimpin, maka kerajaannya akan menjadi kerajaan kalian dan kemuliaannya akan menjadi kemuliaan kalian. Jika orang Arab meninggalkannya, maka itulah yang kalian dambakan. Kafilah dan harta kita telah kembali, ikatlah ia dengan kepalaku, dan katakanlah Utbah pengecut! (ungkapan bermakna: jaminan dari Utbah, penj).”
Abu Jahal pun menolak nasihat tersebut dan bersikeras untuk melanjutkan ekspedisi, ia berpikir dapat membunuh Nabi saw. dan menghentikan dakwah beliau.
Pasukan Makkah mulai bergerak di bawah pimpinan Abu Jahal, termasuk di dalamnya Utbah yang sebelumnya memberikan nasihat kepada Abu Jahal agar tidak keluar. Akan tetapi keadaan para pemimpin tersebut sama seperti keadaan pemerintah di negeri kaum muslimin hari ini, mereka adalah orang yang gagal.
Tekad mereka telah kalian dengarkan, kedudukan mereka, dan apa yang mengenyangkan perut mereka. Perang terhadap dakwah Nabi saw. adalah landasan dan motifnya, karena merugikan kepentingan dan perdagangan mereka. Merekalah yang pertama kali mendapatkan keuntungan dari rezim tersebut dan mereka tidak ingin kepemimpinan jatuh ke tangan orang lain. Tentara berbaris ke medan perang, dan Abu Jahal menyeru dengan seruan yang menampakkan kegagalan, kebodohan, puncak kecerobohan dan keteledoran, ketika ia berkata, “Jika kita melawan Muhammad, maka kita akan menang. Jika kita melawan Allah, maka tidak ada yang memiliki kekuatan selain dariNya. Ya Allah, siapa pun yang berada di atas kebatilan, maka biarkan dia melakukannya di pagi hari.”
Dia ingin memperdengarkan seruannya kepada umatnya untuk menyesatkan dan menjauhkan mereka dari kebenaran, dan mengubah perasaan mereka sesuai dengan apa yang dia inginkan. Dia tahu bahwa dia berada dalam kebatilan, sedangkan Muhammad berada di atas kebenaran. Hasil dari perlawanan tersebut adalah kemenangan telak bagi kaum muslimin, dan kekalahan penuh kehinaan bagi Kaum Quraisy. Terbunuhnya para pemimpin Quraisy dalam pertempuran ini dan larinya pasukan dari tentara mereka adalah akibat dari kebodohan, kecerobohan, kurangnya perhatian, tanggung jawab, kesombongan, dan penentangan pemimpin mereka terhadap kebenaran.
Inilah contoh dari kepemimpinan yang gagal.
Adapun kepemimpinan sukses yang dibangun dengan pemikiran cemerlang, kesadaran, serta upaya mempertahankan siapa saja yang berada dalam naungannya dan yang berada di belakangnya berupa nyawa, kehormatan dan kepemilikan harta adalah kepemimpinan Nabi saw. dalam menaklukkan Makkah.
Beliau telah memblokade Madinah dari siapa pun yang ada di luar Madinah agar keluarnya pasukan tidak diketahui. Lalu beliau mengerahkan pasukan, mempersiapkan mereka, menyembunyikan kabar keluarnya beliau, dan tujuan yang hendak dicapainya. Beliau menempuh rute yang berbeda dari rute menuju Makkah. Ia putar balik pasukannya, mengubah arahnya hingga para sahabat bingung dengan tujuan yang hendak dituju Rasulullah saw. Bahkan penduduk Makkah pun tidak mengetahui datangnya tentara kaum muslimin hingga mereka sudah di depan gerbangnya. Seketika itu tidak ada yang bisa dilakukan penduduk Makkah. Tidak ada waktu untuk bersiap-siap, karena semua sudah terlambat.
Pasukan kaum muslimin berhasil memasuki Kota Makkah sebagai penakluk dengan waktu yang singkat dan upaya yang minim. Tidak terdapat satu pembunuhan atau perlawanan pun yang tercatat dari penduduk Makkah, Makkah telah jatuh dalam genggaman kaum muslimin. Inilah kepemimpinan sukses yang tercermin dalam kepemimpinan Nabi Muhammad saw., taktik kepemimpinannya mampu memimpin pembebasan Makkah dan mengislamkan penduduknya.
Kepemimpinan ini dengan kedua jenisnya, dalam istilah kontemporer dinamakan sebagai kepemimpinan politik. Kepemimpinan inilah yang menggerakkan militer dan mengurus urusan orang-orang di belakangnya, menjaga keadaan mereka, dan mengatur kepentingan mereka. Dialah yang merencanakan dan membuat strategi untuk kebaikan orang-orang di belakangnya, dan yang memilihnya sebagai seorang pemimpin.
Dalam Revolusi Syam, bahkan di segala penjuru tempat saat ini, kita sangat membutuhkan sosok pemimpin politik yang sukses dan bertakwa kepada Allah, memimpin anggota militer, sipil, dan revolusi menuju keamanan. Kita tidak membutuhkan kepemimpinan politik yang dibuat oleh tangan Barat seperti koalisi sekuler, badan perunding, dan tetek bengeknya yaitu pemerintahan sementara juga penyelamatan yang dilakukan atas perintah pendukung, untuk mewujudkan kepentingannya dan menggiring kita pada kehancuran, juga penghentian revolusi.
Wahai saudara-saudaraku di Syam, sesungguhnya ada beberapa perkara yang harus diemban oleh seorang pemimpin politik, dan yang perlu kalian ambil dan tempatkan pada kepemimpinan kalian –yang saat ini yang telah mendatangkan bahaya bagi kalian dan mengabaikan kestabilan, dan tidak memedulikan siksaan juga ketidakadilan yang ditimpakan pada kalian–, yaitu tiga hal:
Pertama, kepemimpinan tersebut memiliki rancangan yang jelas dan gamblang yang berasal dari akidah umat yang diajukan pada mereka, dan menyeru semua lapisan masyarakat untuk mengemban rancangan ini dan bekerja untuk mencapainya. Anggotanya tidak menyembunyikan wajah, pemikiran dan tuntutan mereka , atau berpura-pura menipu, menyesatkan, dan mengalihkan kalian dari tujuan revolusi, dan berjalan bersama dalam kemudahan dan perjalanan kalian, serta berlaku atasnya apa yang berlaku atas kalian.
Kedua, kepemimpinan ini berasal dari anak-anak kalian yang telah kalian kenal dan ketahui posisi serta kejujuran mereka, juga telah kalian uji mereka sepanjang revolusi ini berjalan. Mereka tidak tergoda dengan harta ataupun kekuasaan, tidak pula tunduk kepada pemberi dukungan, memalsukan kebenaran, menumpahkan darah, atau menjual pengorbanan kalian. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kesadaran, pemahaman, serta kejelian terhadap politik negara dan segala campur tangannya baik peristiwa yang terjadi di dalam maupun luar negeri. Hendaknya mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh pada ideologi, terikat dengan hukum-hukum Islam dan tidak menyimpang darinya seberat apa pun perkara itu membebani mereka.
Ketiga, kepemimpinan tersebut tidak boleh memiliki ikatan dengan negara kawan maupun lawan yang mendukung atau menentang, mereka tidak menerima dukungan atau bantuan apa pun dari siapa pun, kecuali dari kalian dan keluarga mereka tanpa batasan atau syarat. Hendaknya mereka mengelola urusan mereka dan urusan kalian menurut hukum Islam, sehingga mereka tidak menerima, menolak perintah apa pun atau melepaskan perintah apapun , tidak melakukan gencatan senjata atau kesepakatan apa pun kecuali disepakati oleh syariat. Hal-hal selain itu, realitas dan bentuk akhirnya dapat diketahui.
Barang siapa yang terikat pada tali Allah, maka ia tidak akan kecewa atau rugi. Tali itu adalah tali keselamatan, kebahagiaan setelah kesusahan dan kesempitan, kompas ketika tersesat dan hilang arah, dan kesudahan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa.
Diterjemahkan dari Surat Kabar Ar-Rayah edisi 350, terbit pada Rabu, 25 Zulhijah 1442 H/4 Agustus 2021 M
Klik di sini untuk mengakses sumber
Visits: 7