Oleh: Ustadz Abdullah Husain (Anggota komite pusat hubungan komunikasi Hizbut Tahrir Sudan)
Sehubungan dengan apa yang terjadi beberapa hari ini mengenai upaya mempercepat kesepakatan normalisasi dengan entitas Yahudi yang dimulai dengan normalisasi Uni Emirat Arab dan Bahrain lalu disusul oleh Sudan, serta rencana normalisasi negara-negara lain yang masih dalam proses pembicaraan.
Dengan (terjadinya semua kesepakatan) itu, lantas apa definisi permasalahan Palestina, Baitul Maqdis dan Al-Aqsa bagi kita?
Sesungguhnya permasalahan itu adalah permasalahan keyakinan Islam, Allah berfirman, “Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat” (Q.S. Al-Isra: 1). Baitul Maqdis adalah kiblat pertama, dan kota suci ketiga setelah dua tanah haram yang mulia, Makkah dan Madinah, yang ditaklukkan dan diterima kuncinya oleh Umar bin Al-Khattab pada tahun 15 H, lalu dibersihkan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi dari kekejian Tentara Salib pada tahun 583 H, dan (terus) dijaga oleh Sultan Abdul Hamid II.
Pemerintah Inggris mengadakan Konferensi Internasional pada tahun 1907 di London yang dihadiri oleh para wakil dari Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol, Belgia, Portugal dan Italia. Konferensi ini telah menghasilkan pernyataan berbahaya di antaranya:
“…Bahaya sesungguhnya mengincar tepi selatan dan timur laut Mediterania secara khusus, karena ia merupakan jalur sempit penghubung daratan yang menghubungkan Asia dengan Afrika dan jalur yang dilalui oleh Terusan Suez milik Eropa, ia juga berada di samping Laut Merah dan di sepanjang pesisir Samudera Hindia, Laut Arab sampai Teluk Basra, yang merupakan jalur menuju India dan menuju pusat kolonisasi para penjajah di Timur. Di wilayah yang luas dan sensitif ini, terdapat satu bangsa yang hidup dan memiliki semua pilar-pilar pengokoh ikatan dan persatuan seperti kesatuan historis, agama, bahasa, dan cita-cita. Mengacu pada kecondongan kemerdekaan, kekayaan alam dan jumlah kelahiran yang melimpah, maka ia telah memiliki segala sarana kekuatan, kemerdekaan dan kemajuan.
Saat ini, populasi penduduk di wilayah tersebut telah mencapai 35 juta jiwa dan memungkinkan terjadinya peningkatan dalam kurun waktu satu abad hingga mencapai 100 juta jiwa –selaras dengan hukum Islam yang memperbolehkan poligami yang mengakibatkan peningkatan generasi dan reproduksi. Maka apa yang terjadi pada wilayah ini jika cita-cita dan tujuan rakyatnya benar-benar menyatu, dan jika kekuatan ini mengarah pada satu arah?
Sebuah pernyataan berbentuk pertanyaan kemudian dilontarkan: Bagaimana jika pendidikan dan budaya menyebar dan meresap di tengah bangsa ini? Apa yang terjadi jika wilayah ini merdeka dan kekayaan alamnya dimanfaatkan oleh penduduknya?”
Pertanyaan ini dijawab dengan sebuah pernyataan berikut: Saat itu terjadi, pukulan mematikan akan menimpa kolonial penjajah. Untuk itu, konferensi menyarankan pada negara-negara penjajah agar berupaya membagi-bagi dan memecah-belah wilayah ini dengan memisahkan bagian Asia dari Afrika dan membangun pembatas fisik yang kuat dan asing di titik bertemunya kedua bagian, agar para penjajah dapat menggunakannya sebagai alat untuk mencapai tujuannya.
Para peserta konferensi telah menetapkan beberapa keputusan berikut:
Negara-negara yang memiliki kepentingan bersama, agar berupaya untuk melanggengkan pemisahan wilayah ini, membuatnya terbelakang dan membiarkan rakyatnya berada dalam kondisi mereka semula yaitu kehancuran, keterbelakangan, dan kebodohan.
Upaya pemisahan bagian Afrika di wilayah ini dari bagian Asia sangat urgen. Oleh karena itu, komisi menyarankan untuk membangun pembatas fisik yang kuat dan asing yang meletakkan jembatan penghubung antara Eropa dengan dunia kuno dan menghubungkan keduanya dengan Laut Mediterania, ditambah dekatnya wilayah ini dengan Terusan Suez mampu membentuk kekuatan persekutuan bagi penjajah dan permusuhan bagi warga di wilayah setempat.
Maka, konferensi inilah dalang di balik keberadaan entitas Yahudi di wilayah ini yang merupakan keinginan para penjajah, dan mereka telah mencapai hal itu dengan membagi-bagi wilayah ini, membangun negara-negara bagian kecil serta meruntuhkan Daulah Khilafah Utsmaniyyah ketika mereka berhasil mewujudkan entitas raksasa ini pada tahun 1980 M, diikuti dengan terjadinya bencana dan malapetaka sebagai akibat dari pembunuhan dan pengusiran penduduknya sampai hari ini.
Fakta keberadaan dan berdirinya negara tersebut di wilayahnya saat ini melalui penghancuran Daulah Khilafah, terlihat dalam perkataan Sultan Abdul Hamid II ketika menolak tawaran Herzl (untuk membeli tanah Palestina, pen) dengan berkata, “Sampaikanlah pada Dr. Herzl untuk tidak mengambil langkah-langkah serius dalam masalah ini. Sesungguhnya saya tidak bisa menyerahkan sejengkal pun tanah Palestina, karena ia bukan milik saya melainkan milik umat Islam. Rakyat kami telah memperjuangkan wilayah ini dan mengalirinya dengan darah mereka, biarlah Yahudi menyimpan berjuta-juta uang mereka. Jika suatu hari Daulah Khilafah ini tercabik-cabik, barulah mereka bisa merampas Palestina secara cuma-cuma. Namun, selama saya masih hidup, maka (meskipun) tubuh saya tercabik-cabik adalah lebih ringan dari pada melihat Palestina terpisah dari tubuh Daulah Khilafah, dan ini tidak akan pernah terjadi. Sungguh saya tidak akan menyetujui pembedahan terjadi pada tubuh Daulah Khilafah sedangkan kami masih hidup.”
Maka terjadilah konspirasi untuk menghancurkan Khilafah yang dikomandoi oleh Inggris dan antek mereka, Mustafa Kemal, pada tanggal 28 Rajab 1342 H. Adapun teritorial entitas yang lemah ini diresmikan dengan Perjanjian Sykes–Picot pada tahun 1916 dan Deklarasi Balfour pada tahun 1917.
Adapun kondisi kita saat ini, dengan adanya krisis, raibnya hak-hak dan tanah-tanah suci, serta absennya umat Islam dari sejarah itulah yang menciptakan kekuatan bagik penjajah di zaman itu dan keberlanjutan kekuatan mereka sampai saat ini di bawah kendali Amerika yang memberikan semua sarana untuk tetap tinggal dan melanjutkan entitas ini melalui hegemoninya atas situasi politik global dan negara-negara Islam.
Agar persekutuan yang menciptakan kekuatan hegemoni penjajah atas umat Islam berganti, maka umat Islam harus memiliki keinginan dan keputusannya sendiri. Hal itu (dapat) dilakukan dengan menggerakkan seluruh kaum muslimin secara bersamaan dan memberontak melawan sistem nasionalisme yang sebelumnya telah dibangun oleh penjajah dan masih dipertahankan hingga saat ini; yakni dengan mendirikan negara yang menyatukan seluruh umat Islam di atas reruntuhan negara-negara kertas tersebut. Negara yang berdiri berlandaskan akidah Islam, sebagaimana yang telah didefinisikan oleh syara’ yaitu Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian, yang dalam syariat wajib hukumnya bagi seluruh (individu dari) umat Islam untuk berusaha mendirikannya. Nash-nash syara’ pun telah menunjukkan dalil kewajibannya, baik dalam Al-Quran, sunnah, ijma’ sahabat, dan qiyas syar’i.
Dan ini juga merupakan janji Allah SWT, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu serta yang mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S. An-Nur: 55)
Dan berita gembira Nabi SAW, “…Kemudian tegaklah Khilafah sesuai dengan metodekenabian…” Maka dengan berdirinya Khilafah, akan membuat umat Islam memiliki keinginannnya sendiri yang dengan tanggapan sekecil apapun, Khalifah bisa mengeluarkan keputusan politik untuk memobilisasi tentara memusnahkan entitas Yahudi.
Nabi SAW seorang yang jujur dan sangat terpercaya, memberitakan kepada kita untuk memerangi orang Yahudi. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits dari Rasulullah SAW, “Hendaklah kalian memerangi kaum Yahudi, maka perangilah mereka sampai sebuah batu berkata, ‘Wahai kaum muslimin! Ada seorang Yahudi di sini, datang dan bunuhlah ia.’”
Semua ini bisa terjadi dalam waktu dekat dengan izin Allah, inilah yang ditakuti oleh Barat saat ini, sehingga mereka memperhitungkan ribuan kali dan mengupayakan agar kondisi yang bisa mempersatukan umat di bawah naungan Khilafah tidak akan bisa tercapai. Oleh karena itu, ia mengerahkan semua kekuatannya untuk menghadapi umat melalui Islam, dengan menyebutnya sebagai ‘perang melawan terorisme’, juga dengan menyulut perang-perang berikutnya di negara-negara Islam serta memberikan tekanan politik dan ekonomi.
Akan tetapi, semua yang mereka lakukan itu akan sia-sia di hadapan Hizbut Tahrir yang siang dan malamnya terus terhubung dengan umat dalam rangka mewujudkan Khilafah yang merupakan resolusi umat, yang mana juga telah mendapatkan otoritas dan kekuatan di antara umat hari ini. Maka bersabarlah sebentar lagi, insya Allah pertolongan itu kelak akan menjadi nyata. “Dan pada hari itu, orang-orang mukmin bergembira atas pertolongan Allah, di mana Dia menolong sesuai dengan kehendakNya, dan Dialah yang Mahaperkasa dan Maha Penyayang.” (Q.S. Ar-Rum: 5)
Diterjemahkan dari Surat Kabar Ar-Rayah edisi 311, terbit pada Rabu, 18 Rabi’ul Awwal 1442 H/4 November 2020 M
Klik di sini untuk mengakses sumber
Visits: 0