Oleh: Dr. Musab Abu Arqoub
Setelah runtuhnya Khilafah, dampak yang paling menonjol adalah hilangnya negara yang hakiki. Umat Islam tidak lagi memiliki negara, pengatur, serta pemimpin—di mana umat akan berperang di bawah kepemimpinannya serta tunduk kepadanya—.
Apabila sebuah negara didirikan untuk melayani ideologi, bangsa, atau kelompok tertentu, maka sejatinya, negara-negara yang didirikan di tanah kita—setelah runtuhnya Khilafah—adalah negara yang didirikan oleh negara kolonial—musuh umat Islam—. Negara-negara kolonial menetapkan ideologi, konstitusi, serta batas teritorial demi kepentingan mereka. Dengan demikian, negara-negara yang ada di tanah kita pada dasarnya dirancang untuk melayani penjajah. Adapun negara yang hakiki, ia wajib melayani ideologi yang diyakini umat, serta mengurus urusan umat dengan peraturan yang terpancar dari ideologi tersebut—yang saat ini hilang dari kehidupan umat—.
Sebuah kenyataan yang pahit dan memprihatinkan, bahwa setelah runtuhnya Daulah Khilafah umat tidak lagi memiliki negara—dengan segala penderitaan yang dialaminya—. Umat Islam bagaikan anak yatim yang menjadi hidangan di atas meja orang-orang yang hina. Umat tidak memiliki pelindung yang dapat menjaga kesuciannnya; menjaga darahnya; serta memelihara kehormatannya. Eksistensi umat menjadi sirna, sementara tanah mereka menjadi korban keserakahan dan kejahatan negara-negara penjajah.
Setelah runtuhnya Khilafah, Barat mendirikan negara-negara. Sejak saat itu, umat Islam hidup dalam kesengsaraan. Umat tidak lagi memiliki kekayaan, sebab kekayaannya telah dibagi-bagi untuk para penjajah; umat tidak lagi mendapat keuntungan dari posisi strategis yang dimilikinya—selama hak politiknya dicabut—. Umat pun tidak dapat berdiri tegak, selama negaranya masih terbagi-bagi menjadi negara-negara kecil. Sehingga tidak mungkin bagi umat untuk membuat satu keputusan politik, atau bahkan memiliki peran yang penting dalam kancah internasional.
Inti dari rencana penjajah adalah memecah belah umat Islam ke dalam “perangkap-perangkap” yang disebut negara. Negara-negara ini—dengan identitasnya yang rapuh—tidak akan mampu menghadapi musuh dari luar. Kebijakan ekonominya tidak mementingkan maslahat umat, juga tidak memberikan kehidupan yang layak bagi rakyatnya. Sehingga umat Islam tetap dalam kemiskinan, kelemahan, terpecah belah, serta tidak bisa kembali menjadi negara pertama di dunia.
Inilah kenyataan yang terjadi pada kita di tengah bayangan “perangkap” nasionalisme. Kita tidak menemukan siapa pun yang bisa membela. Negara, darah, dan kehormatan kita telah dirampas; kita pun hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan. Tidak ada seorang pun yang mengangkat bendera untuk memperjuangkan darah kaum muslimin, melawan musuh Islam—yang telah menghalalkan darah rakyat Palestina, Irak, Afganistan, dan Syam—, serta masih banyak lagi daftar permasalahan yang lainnya. Tidak ada rezim yang berjuang untuk membebaskan Masjidilaqsa, atau bagian mana pun dari negeri kaum muslimimin yang dijajah dan dirampas melalui pangkalan militer atau otoritas asing.
Siapa pun yang mengelola kekayaan umat dalam negara rancangan penjajah, ia tidak akan mampu megeluarkan umat dari kemiskinan dan kesengsaraan. Negara tersebut tidak menyusun rancangan ekonomi untuk menyejahterakan kehidupan umat. Sebaliknya, rancangan-rancangan yang ada disusun untuk melemahkan kaum muslimin, melayani penjajah, serta menjamin perampasan kekayaan umat.
Umat tidak mungkin keluar dari situasi tersebut, kecuali dengan menghancurkan negara-negara “perangkap” dan batasan teritorial yang semu; menumbangkan kekuasaan para penguasa yang berkhianat; serta menegakkan Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan metode kenabian.
Umat Islam mampu untuk mengembalikan Daulah Khilafah—beserta kemuliaan dan martabatnya—di antara bangsa lain dengan ideologi yang dimilikinya, yaitu Islam. Ideologi Islam adalah ideologi yang mulia, yang dapat menggerakkan para pemuda, serta menaruh tangan-tangan mereka pada sumber kekuatan dan tujuan mereka dalam kehidupan ini. Umat Islam adalah umat yang agung; dipenuhi dengan para pemuda yang kaya akan potensi; juga memiliki negara dengan posisi yang strategis dan kekayaan yang melimpah. Dengan begitu, umat memiliki faktor yang kuat untuk menjadi negara besar.
Umat—dengan kekuatannya yang aktif—harus berkumpul bersama orang-orang yang ikhlas, untuk mendirikan Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan metode kenabian. Pasukan tentara harus memberikan nushrah untuk Hizbut Tahrir yang berjuang siang dan malam untuk menegakkannya. Sebagaimana kaum Ansar yang telah memberikan nushrah-nya kepada Rasulullah saw. untuk mendirikan Daulah Islam pertama di Madinah, kemudian membaiat khalifah yang akan memimpin kita dengan Al-Qur’an dan sunah. Kami menyeru kepada kalian, “Mari meraih rida Allah, penuhilah seruan dari Zat yang telah menghidupkan kalian.” (NZ/AL)
Diterjemahkan dari Surat Kabar Al-Rayah edisi 432, terbit pada Rabu, 09 Syakban 1444 H/01 Maret 2023 M
Klik di sini untuk mengakses sumber
Visits: 25