Search
Close this search box.

Kelahiran Nabi Muhammad: Kelahiran Umat dan Negara

Oleh: Prof. Asad Manshur

Nabi Muhammad saw. adalah ibarat cahaya yang bersinar di langit, yang melenyapkan kegelapan, serta menerangi bumi beserta seisinya. Allah mengutus Nabi Muhammad saw., karena menghendaki kebaikan untuknya. Oleh karena itu, barang siapa yang kufur pada Allah dan berpaling dari-Nya, maka baginya siksaan yang nyata, dan barang siapa yang beriman dan bertakwa kepada-Nya, maka baginya surga.

Kelahiran Nabi Muhammad saw. merupakan peristiwa besar yang mengubah sejarah. Melalui tangannya, lahir sebuah umat yang akan menjadi salah satu umat tertua dan paling mulia. Kelahirannya juga merupakan kelahiran sebuah negara yang akan menjadi negara terbesar dan terkuat.

Rasulullah saw. telah membawa manusia dari kegelapan menuju cahaya, yakni dari gelapnya kebodohan menuju cahaya keilmuan—baik dari segi pengetahuan, pemikiran, dan akhlak—. Beliau membangun peradaban yang berkelas, masyarakat yang tinggi, serta memperjuangkan kebangkitan yang sahih. Dengan begitu, kemajuan dan inovasi di segala bidang pun dapat diraih.

Akan tetapi, apakah seorang yatim piatu dan umi dapat mewujudkan semua tadi? Apakah itu masuk akal?

Beliau tidak tahu tentang pemikiran maupun filsafat, tidak belajar agama dan tsaqafah, serta baca dan tulis. Bagaimana bisa hal ini terjadi pada orang dengan kondisi seperti itu? Jelas, ini karena kenabian. Jika bukan karena kenabian, maka tidaklah mungkin perkara ini dapat terwujud.

Seorang yang tidak bersenjata, tanpa pelindung dan pendukung. Tidak pula memiliki posisi yang dapat menarik perhatian orang, serta tidak memiliki uang yang dengannya ia dapat membeli kawan dan lawan.

Tidak ada yang mengimaninya kecuali orang lemah, miskin, rendah kedudukannya, dan orang yang tidak memiliki kemampuan ataupun kekuatan. Bahkan, orang yang sudah beriman menyembunyikan agamanya, karena takut orang lain menculik mereka. Lantas, bagaimana Nabi Muhammad saw. dapat mendirikan negara bersama orang-orang tersebut?

Bersama orang yang mengimaninya, Nabi saw. mendirikan sebuah kelompok yang menerima Islam dengan penuh tekad, memiliki semangat yang tinggi untuk belajar dari kedua tangan Nabi saw. yang bersih dan penuh kasih sayang. Mereka tidak bisa meninggalkan Nabi saw., kecuali untuk tidur dan memenuhi kebutuhan anak-anak mereka—bagi mereka yang memiliki keluarga—.

Nabi Muhammad saw. telah mempersiapkan mereka untuk menghadapi tahapan selanjutnya (tahapan kedua dari tahapan dakwah Rasul), yaitu tahap interaksi sekaligus tahap benturan dengan pemikiran jahiliah dan para pemuka Quraisy. Mereka mendapatkan cobaan, ujian, serta mengalami berbagai siksaan pedih dari orang-orang kafir. Meski begitu, mereka tetap bersabar, tabah, dan teguh, sehingga menjadi kelompok yang sempurna, yang siap untuk memimpin negara.

Allah Swt. mengetahui ketulusan, keikhlasan, ketabahan, dan sikap rela berkorban yang ada pada diri mereka. Allah Swt. telah menurunkan wahyu pada Rasulullah saw. untuk memohon pertolongan kepada-Nya. Allah Swt. juga telah menjanjikan pada Nabi Muhammad saw. kemenangan dan kemampuan, akan tetapi Allah juga memerintahkannya untuk berjuang dan melakukan sebab dan musabab. Walhasil, kemenangan tidaklah datang di atas sepiring emas, melainkan kemenangan akan tiba setelah adanya ujian dan cobaan.

Di antara aktivitas yang Rasulullah saw. lakukan adalah, mengetuk pintu-pintu rumah dan berbicara kepada para pemimpin kaum. Sebagian dari mereka menolaknya, ada pula yang memberinya berbagai syarat. Namun, Rasulullah saw. menolak semua itu dan menyerahkan urusan kemenangan hanya pada Allah Swt. Sang Pemilik surga. Kemudian, Allah Swt. mengirimkan pemilik kekuatan (ahlul quwwah) kepadanya, sehingga ia dapat mendirikan negara, membentuk pasukan, dan berjihad di jalan Allah Swt. dengan jihad yang sebenar-benarnya.

Selama sepuluh tahun, ia menjadi penguasa, membangun negara, dan berjihad ke luar negeri. Peperangan dan penaklukan yang ia pimpin sendiri berjumlah sekitar 29 dan pasukan yang ia kirim mencapai sekitar 100, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Begitulah cara beliau membangun negara, yakni menerapkan hukum Islam di dalam negeri dan mengemban Islam ke luar negeri dengan aktivitas jihad.

Dari mana Rasulullah saw. belajar tentang semua hal ini? Tentang mendirikan partai, membentuk, mengatur, membina, lalu terlibat dalam perang pemikiran dan perjuangan politik, melakukan thalab al-nushrah (meminta pertolongan pada ahlul quwwah), baiat, serta mendeklarasikan negara. Nabi Muhammad saw. juga menyusun strategi politik di dalam dan luar negeri; kebijakan internal dan eksternal; kebijakan pendidikan dan perang; serta penentuan sistem pemerintahan, ekonomi, dan sosial.

Bagaimana ia bisa memiliki pengetahuan tentang itu? Sungguh, semua itu adalah wahyu, bukan yang lain. Andaikan bukan karena wahyu, maka tidak masuk akal jika semua itu diwujudkan oleh seorang yatim piatu dan umi, juga dengan kondisi kaum yang sangat berbeda dari dirinya, yakni dari segi pemikiran, ilmu pengetahuan, filsafat, budaya, dan agama. Rasulullah saw. mengubah kaum tersebut, lalu mendirikan bersama mereka sebuah negara yang akan mengalahkan negara-negara besar dan memimpin dunia selama berabad-abad.

Oleh karena itu, secara logika, kita wajib mengikuti Nabi Muhammad saw.. Lantas, apa dalil aqli yang mewajibkan kita untuk mengikutinya?

Siapa pun yang mengklaim bahwa dirinya mencintai Nabi Muhammad saw., maka hendaknya mengikuti dan meneladaninya. Seharusnya, mereka membangun kembali negara yang telah dihancurkan oleh orang kafir 100 tahun yang lalu.

Adapun terkait peringatan maulid Nabi Muhammad saw., bukan dilakukan dengan mengadakan pesta atau perayaan, membaca puisi atau lagu, membagikan manisan, ataupun menari maulawiyyah (tarian sufi). Memperingati maulid Nabi saw. adalah dengan mengikuti manhajnya—sedikit demi sedikit—dan meneladaninya, tidak boleh sedikit pun menyimpang dari itu.

Rasulullah saw. bukan sekadar seorang penyampai risalah, melainkan seorang pemimpin dan kepala negara yang menerapkan hukum Allah Swt., seorang panglima tentara yang berperang di jalan Allah Swt., juga seorang politikus besar yang menyusun rencana, perjanjian, dan gencatan senjata. Ia menyatakan perang, memimpinnya, memberikan liwa kepada para pemimpin, mengangkat dan memberhentikan mu’awin, gubernur, pejabat, serta menerima dan menolak duta-duta besar.

Rasulullah saw. senantiasa menyampaikan Islam dan mengajarkannya kepada orang-orang, bukan dengan metode akademis layaknya sekolah, yang sekadar mengisi informasi di otak, atau sekadar memberi nasihat yang membuat air mata menetes, lalu cukup sampai situ. Metode yang beliau gunakan ialah menerapkan aturan pada realita, memecahkan masalah, serta mencapai kebaikan dan menolak keburukan, agar dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Ia mengajari orang-orang tentang agama, agar mereka berhati-hati, sehingga bukan sekadar menjadi buku-buku yang berjalan, tabung udara yang terkompresi, atau menjadi ulama yang tidak mengamalkan ilmunya.

Nabi Muhammad saw. datang membawa agama yang sempurna dan menyeluruh, yaitu dengan kitabnya (Al-Qur’an) yang menjelaskan segala sesuatu, merinci dan membatasi yang umum, meletakkan permasalahan cabang pada pokok masalah, serta melahirkan hukum-hukum baru yang belum tercantum di dalamnya. Semua itu merupakan wahyu Allah Swt.. Dengan demikian, Islam memiliki sumber syara’ yang lengkap, yaitu Al-Qur’an dan sunah.

Lantas, tidakkah semua tadi menarik perhatian orang-orang yang mencintainya? Bukankah sudah saatnya bagi mereka untuk mengingat Allah Swt., lalu kembali kepada kebenaran dan mencontoh perbuatan Rasulullah saw.?

Bukankah pula Rasulullah saw. menolak untuk berpartisipasi dalam kekuasaan di bawah sistem kufur? Bahkan, beliau justru bersikeras untuk menerapkan syariat secara kafah. Rasulullah saw. berkata dalam perkataannya yang masyhur, “Sampai Allah menampakkannya atau aku mati tanpanya.” Ini merupakan prinsip ideologis, yaitu kedaulatan bagi Islam atau mati di jalannya.

Apakah Nabi Muhammad saw. meminta kita untuk merayakan hari kelahirannya dengan nyanyian, tarian, drum dan rebana?. Bahkan, ia sendiri yang akan melarangnya jika ia mau. Kemenangan yang diraih, turunnya ayat-ayat, penerapan hukum pada realita, dan lahirnya solusi untuk masalah, apakah beliau merayakan semua itu?

Bukankah ada seorang Yahudi berkata kepada Khalifah Umar ra., “Wahai amirulmukminin, kalian membaca satu ayat dalam kitab kalian. Seandainya ayat itu diturunkan kepada orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari diturunkannya sebagai hari raya.” Kemudian ia membacakan ayat—yang ia maksud—, “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridai Islam itu sebagai agama bagimu.”  (QS Al-Ma’idah: 3).

Kaum kafir—baik yang dulu maupun sekarang—telah menyadari nilai, keagungan, kesempurnaan, integritas agama Islam, juga ideologinya yang komprehensif. Akan tetapi, mereka tidak mengimaninya, entah karena keras kepala atau rasa dengki yang ada pada diri mereka, khawatir terhadap kepentingan dan kekuasaan, atau sekadar dorongan hawa nafsu belaka.

Oleh karena itu, orang kafir memerangi Nabi saw. beserta orang-orang yang berjuang bersamanya untuk menegakkan negara, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Kemudian akan ada kekhilafahan dengan metode kenabian.” (HR Ahmad).

Demi Allah, sungguh sebuah busyra (kabar gembira) yang nyata bahwa Khilafah akan tegak atas izin Allah Swt.. Bagaimana tidak? Itu adalah wahyu dari Allah Yang Maha Mengetahui—baik yang gaib dan terlihat—. Maka berbahagialah orang yang memperjuangkannya, dan Allah Swt. sebaik-baik pelindung bagi mereka. []

Diterjemahkan dari Surat Kabar Al-Rayah edisi 412, terbit pada Rabu, 16 Rabiulawal 1444 H/12 Oktober 2022 M

Klik di sini untuk mengakses sumber

Glosarium:

Thalab al-nushrah: Meminta bantuan kepada ahlul quwwah, seperti militer.

Dalil aqli: Dalil-dalil yang bersumber dari akal.

Mu’awin: Pembantu khalifah.

Visits: 18

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram