Dari hasil telaah studi sejarah, tampak rangkaian bangkit dan jatuhnya peradaban-peradaban besar. Fakta ini menarik perhatian kalangan akademisi, politisi dan gerakan-gerakan perubahan sosial-politik terhadap sebab dan syarat naik dan turunnya peradaban-peradaban tersebut. Makalah ini akan fokus pada peradaban (hadharah) Kapitalisme Barat, membahas kebangkitannya, bidang-bidang kehancurannya dan faktor keruntuhannya dengan mengandalkan pemahaman mengenai fakta hadharah dan studi sejarah, sebagai upaya untuk mengungkap ‘hukum’ atau ketentuan runtuhnya hadharah (ini) dan kelahiran (hadharah) lain.
Ide dasar yang menjadi sebab lahirnya makalah ini adalah bahwa kehancuran atau penggantian
hadharah akan terjadi jika telah jelas bagi masyarakat kerusakan atau kegagalan sistemnya dalam
menyelesaikan permasalahan masyarakat. Makalah ini berusaha menjelaskan bahwa kerusakan
hadharah Kapitalisme adalah perkara yang telah diakui bahkan oleh pengusungnya sendiri. Tapi dengan
kerusakannya, hadharah Kapitalisme tidak akan jatuh dengan sendirinya, melainkan harus diganti dengan hadharah lain. Oleh karena itu, maka tidak ada jalan keluar bagi seluruh dunia dari kerusakan Kapitalisme kecuali dengan menentangnya, dan tidak ada kandidat yang kompeten melawannya selain
kaum muslimin, sesuai dengan sunnatullah yang berlaku pada umat-umat sebelumnya. Kerusakannya
akan berakhir dengan ditegakkannya Daulah Islam atas hadharah mereka secara sukarela maupun
terpaksa.
1. Dari Segi Sejarah
Hadharah Kristen Eropa (yang berdiri selama abad pertengahan) telah hancur. Orang-orang Eropa
menggantinya dengan hadharah yang baru, hadharah Kapitalisme Sekularisme yang memisahkan agama
mereka, Nasrani, dari kehidupan. Lalu Kapitalisme pun menjadi hadharah Eropa, setelah pertentangan
yang pahit di antara para pemikir, filsuf dan ilmuwan di Eropa. (Kapitalisme) membangkitkan mereka
secara pemikiran dan hadharah.
Akan tetapi setelah penerapan ideologi baru Kapitalisme di Eropa, terbukalah aib, bentuk asli dan
buruknya pemecahan problematika dalam seluruh aspek kehidupan. Muncullah pandangan dan
pengakuan di tengah-tengah masyarakat, para pemikir dan politisi Eropa bahwa sesungguhnya sistem
Kapitalisme zalim dan tidak manusiawi, tamak dan tidak pernah puas. Kapitalisme hanya meninggikan
nilai keuntungan material dan egois, ia mengkomodifikasi setiap hubungan dan setiap nilai secara
material. Maka terjadilah banyak pemberontakan dan protes melawan sistem yang zalim ini. Segolongan
fakir miskin adalah hasil dari politik pasar Kapitalisme yang mereka kira bahwa Kapitalisme akan
diterapkan dengan adil dalam mendistribusikan kekayaan.
Ini adalah kerusakan yang jelas dalam Kapitalisme, membuat sekelompok filsuf dan pemikir di Eropa
–sekali lagi– mempertimbangkan ulang kebuntuan hadharah ini, dan kebutuhan untuk mengganti
hadharah ini dengan hadharah yang lebih baik dan adil. Muncullah pandangan Sosialisme yang berbeda-beda, yang paling tampak di antaranya adalah Komunisme yang dicetuskan oleh Karl Marx. Berdirinya
negara yang mengemban hadharah Komunisme yang bertentangan dengan Kapitalisme menjadi
deklarasi faktual akan rusaknya hadharah Kapitalisme, dengan penyatuan Uni Soviet di bawah kepemimpinan Lenin bersamaan dengan berakhirnya Perang Dunia I. Pecahlah konflik antara dua hadharah, hampir saja hadharah Komunisme menumbangkan Kapitalisme. Dimana ia bertindak sebagai hadharah pengganti secara praktik, dengan didirikannya Komunisme atas ide keadilan sosial.
Meski kerusakan pemikiran dan praktik hadharah Kapitalisme di Eropa telah tampak sejak
pertengahan abad 19, kemudian nyata kehancurannya dengan bergabungnya ia dengan kekuatan
negara-negara di Kamp Timur dan hadharah Komunisme pada akhir Perang Dunia II, namun hadharah ini
selamat dari kehancuran, dengan menciptakan Eropa Baru ‘Negara Internasional’ yang membawa panji
hadharah Kapitalisme, yaitu Amerika Serikat. Dimana ia berdiri dengan standar politik dan militer Eropa,
mengakhiri penyerbuan hadharah Komunisme terhadapnya. Amerikalah yang menyelamatkan atau
mencegah hancurnya hadharah ini dalam praktiknya.
Di sisi lain, penerapan ideologi Komunisme dalam masyarakat-masyarakat yang mengadopsi
hadharah Komunisme telah menyebabkan penurunan dalam pemikiran dan materi, keterbelakangan
ekonomi, terjadinya politik yang diktator dan represif, juga kezaliman yang sangat kepada masyarakat.
Hadharah ini gagal dalam praktiknya di hadapan berbagai tantangan dalam dan luar negeri. Dengan
mengkompromikan sistem hadharah Kapitalisme dan Komunisme selama rentang waktu perang dingin,
hadharah Kapitalisme yang dipimpin oleh Amerika lebih mendominasi. Tak lama kemudian hadharah
Komunisme hancur pada akhir tahun 1980-an. Kapitalisme adalah satu-satunya yang memerangi
kekejian ideologi Komunisme ini.
2. Apakah Hancurnya Hadharah Komunisme Merupakan Bukti Kebenaran Kapitalisme?
Penganut hadharah Kapitalisme merasakan euforia bersamaan dengan hancurnya hadharah
Komunisme. Fukuyama, seorang pemikir Amerika mengumumkan akhir sejarah (Komunisme) dan
kemenangan Kapitalisme, dimana ia mengira bahwa hadharah ini telah mencapai perkembangan yang
‘progresif’. Ia menjadi representasi percobaan manusia dalam sistem pemerintahan demokratis dan
ekonomi pasar bebas. Namun, benarkah kesimpulan bahwa gagal dan runtuhnya hadharah Komunisme
berarti bahwa kita harus membenarkan kehebatan hadharah Kapitalisme dengan tabiat Amerika, untuk
menjadi hadharah tertinggi bagi manusia, sebagaimana yang telah disangka oleh Fukuyama?
3. Apakah Kapitalisme Hadharah yang Benar Atau Rusak?
Setiap bangsa menjalani kehidupannya sesuai dengan pemikiran yang dimilikinya, dan peradaban
bangsa dilahirkan dari pemikiran tersebut sebagaimana aturan yang diterapkan juga lahir dari pemikiran
yang sama, sehingga mewujudkan metode tertentu dalam menjalani kehidupan. Jika pemikiran-pemikiran ini diubah, maka berubah juga sistem dan hadharahnya. Dengan begitu, hadharah adalah kumpulan pemahaman tentang kehidupan, dan dia berdiri atas tiga perkara yaitu: pemikiran dasar,
gambaran tentang kehidupan, dan makna kebahagiaan. Benar atau rusaknya hadharah ini berdiri atas
tiga rukun ini. Maka penilaian mengenai kebenaran atau rusaknya perkara ini harus dinilai dari segi
pandangan kemanusiaan secara menyeluruh.
Adapun pemikiran dasar atau sudut pandang yang dianut oleh hadharah Kapitalisme adalah
pemisahan agama dari kehidupan. Ini merupakan akidah Sekularisme Kapitalisme yang rusak secara
hakikatnya; karena ia tidak memuaskan akal, tidak sesuai dengan fitrah manusia dan tidak dapat memecahkan uqdatul kubra manusia dengan pemecahan yang benar. Uqdatul kubra ini yang menaungi, mengikuti dan membuat gelisah individu, masyarakat dan umat yang hidup di bawah sistem Kapitalisme. (Akidah Sekularisme) menjauhkan mereka dari kebahagiaan yang mereka tuntut.
Adapun gambaran kehidupan, hadharah Barat menganggap bahwa gambaran kehidupan berdiri atas manfaat. Ia tidak mengenal apapun dalam kehidupan kecuali nilai materi belaka. Seluruh nilai yang lahir dari moral (akhlak), kemanusiaan dan kerohanian (ruhiyah) tidak memiliki pengaruh dalam hadharah mereka. Maka akhlak seperti apapun yang di dalamnya terkandung manfaat dianggap benar bagi mereka. Sama saja apakah itu jujur atau dusta, curang atau amanah, inilah yang disebut dengan ‘pragmatisme’. Semua pemikiran di sisi mereka dianggap benar jika ia memiliki manfaat dan tidak memperhatikan
standar kebenaran dengan kesesuaiannya terhadap fakta dan hakikat. Adapun hakikat kebahagiaan bagi Kapitalisme adalah dengan pemberian kepuasan jasadi bagi seorang manusia dengan ukuran sebesar-besarnya. Hadharah Barat dengan pandangannya tentang manfaat sebagai dasar kehidupan, menyebabkan kesengsaraan manusia dan hilangnya ketenangan. Oleh karena itu, wajar jika ia menafikan akhlak yang mulia serta nilainya dari kehidupan, sebagaimana nilai ruhiyah juga dinafikan. Ia mendirikan kehidupan atas dasar persaingan dan egoisme, permusuhan dan penjajahan. Semua krisis yang terjadi pada hari ini
adalah hasil dari penerapan hukum hadharah Kapitalisme di dunia.
Sesungguhnya hadharah yang benar dan diinginkan haruslah berdiri di atas sekumpulan pemahaman
tentang kehidupan yang terpancar darinya ideologi yang benar, yang dapat menyelesaikan urusan
manusia dengan bentuk yang benar dan seimbang. Ia tidak berpihak pada sebuah nilai atas perhitungan
terhadap nilai lainnya. Hakikat kebahagiaan manusia (dilihat) dari segi selalu adanya ketenangan, dan
dengan aqidah aqliyyah-lah uqdatu
l kubra dapat diselesaikan dengan penyelesaian yang benar.
Kemudian dari sisi sistem peraturan, ia memastikan kehidupan yang mulia untuk manusia.Pertanyaan yang dihadapkan kepada pengemban hadharah Kapitalisme ini dan para teoretikusnya –untuk bahan perdebatan dan diskusi– adalah: apakah hadharah dan sistem kalian, Kapitalisme, dapat merealisasikan ketenangan bagi kalian? Pertama. Lalu untuk orang-orang selain kalian? Kedua. Atau malah mengakibatkan kesengsaraan bagi kalian dan orang-orang lain?
4. Sebab-sebab Kehancuran Masyarakat dan Hadharah untuk menjawab inti persoalan yang sulit ini, harus dibedakan dulu antara hancurnya hadharah dan
hancurnya negara. Hancurnya negara memiliki banyak penyebab yang berbeda dengan hancurnya
hadharah. Kekuatan militer yang superior bisa saja menghancurkan negara manapun, akan tetapi ia tidak
mampu menghancurkan hadharahnya, karena hadharah tersebut akan segera bangkit kembali jika
(hadharah tersebut) tetap kokoh dalam pemahaman masyarakatnya. Oleh karena itu kita harus
mengidentifikasi sebab dan ketentuan yang mengakibatkan runtuhnya hadharah dan negara. Lebih tepat
untuk menggunakan analisis terhadap kaidah sebab-akibat untuk menjelaskan sebab runtuhnya negara, kemudian kita terapkan analisis tersebut terhadap runtuhnya hadharah, barulah dapat kita prediksi akhir dari hadharah kapitalis.
Sesungguhnya hadharah, negara dan bangsa merupakan entitas manusia atau masyarakat. Bagian-bagian masyarakat disebut dengan individu, dan pengikat (di antara mereka) adalah pemikiran, perasaan dan peraturan. Masyarakat –sesuai tabiatnya– ia berusaha untuk menjaga peraturan yang telah ditetapkan dan menghalangi adanya perubahan. Sedangkan sebuah perubahan –biasanya– terjadi karena adanya sebab-sebab perubahan.
Sesungguhnya setiap umat dan masyarakat berjalan dalam hidup mereka sesuai dengan pemikiran yang mereka miliki dan menerapkan peraturan yang terpancar darinya. Maka ketetapan yang ada dalam suatu masyarakat manusia datang dari hubungan-hubungan kemasyarakatan, yaitu pemikiran, perasaan dan peraturan. Jika masyarakat mengubah pemikiran ini, maka berubah pula peraturan dan hadharahnya. Yang mengubah pemikiran dalam masyarakat adalah pergantian antara pemikiran baru dengan
pemikiran yang mereka miliki. Proses pergantian pemikiran masyarakat terjadi dalam tiga kondisi:
Pertama: ketika telah jelas kerusakan hadharah mereka atau kegagalan peraturan mereka dalam menyelesaikan permasalahan kemasyarakatan, maka mereka akan mereformasi hadharah ini dari hakikatnya. Kedua: membangun hadharah lain yang lebih banyak manfaatnya terhadap hidup mereka secara sukarela. Ketiga: memastikan hadharah lain (yang sudah berdiri) yang memiliki kekuatan di luar negeri mereka, lalu mereka melihat kemaslahatannya dan mengambilnya.
Adapun kondisi pertama yang menyebabkan adanya dorongan internal untuk mengganti hadharah, datang dari dua sebab: rusaknya pemikiran dan gagalnya peraturan. Rusaknya pemikiran masyarakat terjadi ketika telah jelas bagi para pemikir dan ilmuwan tidak adanya kebenaran dalam pemikiran menjadi asas berdirinya masyarakat. Maka mereka akan melakukan reformasi hadharah mengikuti
pemikiran baru mereka, sebagaimana yang terjadi di Eropa ketika munculnya Kapitalisme pada abad pertengahan dan yang telah disebutkan di atas.
Adapun gagalnya peraturan masyarakat terjadi karena tidak adanya hakikat kebahagiaan yang diinginkan, yang dapat terealisasi dengan dua hal: masyarakat merasakan keadilan sistem yang diterapkan atas mereka dan sistem mampu mendistribusi dan memenuhi kebutuhan dasar setiap
individu dan masyarakat. Oleh karena itu sesungguhnya peraturan kemasyarakatan hancur dalam dua
kondisi: ketika sistem peraturan gagal dalam mengurusi urusan umat karena kekurangannya dalam
mendistribusikan kebutuhan pokok dan ketika manusia merasa sistem sangat zalim. Adapun kondisi kedua yang mengakibatkan hancurnya sistem, terjadi karena buruknya distribusi harta dalam masyarakat dan adanya kekacauan ekonomi, politik dan sosial yang kritis. Kegagalan-kegagalan ini menyampaikannya pada krisis yang mencekik dan mengharuskannya untuk merevolusi sistem tersebut. Inilah yang terjadi di Eropa pada abad 19 dan berpindahnya tahta kepemimpinan Kapitalisme dengan kemunculan ideologi dan hadharah Komunisme.
Adapun kondisi ketiga adalah dahsyatnya kezaliman sistem. Keadilan sistem harus disandarkan pada tiga hal: penerapan keadilan sesuai nilai yang dapat diterima manusia, keridhaan masyarakat dan kekuatan militer yang menjaga penerapan sistem yang adil. Jika hilang salah satu dari standar-standar ini maupun seluruhnya, maka hubungan-hubungan kemasyarakatan akan hancur secara maknawi, kemudian diikuti dengan kehancuran hakiki pada masyarakat.
Adapun nilai keadilan ia bergantung pada keyakinan masyarakat terhadap legalitas undang-undang
yang diterapkan atas mereka yang lahir dari ide dasar yang membangun peradaban. Apabila legalitas ini
hilang, maka runtuhlah nilai maknawi dari keadilan dalam pandangan masyarakat dan mengakibatkan
pada putusnya ikatan perasaan antara masyarakat dan sistem. Keridhaan dan penerimaan masyarakat terhadap sistem dan penguasa ada pada negara yang ‘alami’ (daulah thabi’iyyah), (yaitu) ketika umat menjadi pemilik kekuasaan secara nyata. Oleh karena itu ia menjadi standar alami bagi sistem. Ketika masyarakat merasakan gentingnya mengganti sistem, akan menghasilkan tanggapan alami dari sistem karena ia adalah bagian dari umat.
Adapun di negara-negara ‘buatan’ (daulah mushthana’ah ghairu thabi’iyyah) ketika ia mencapai perpecahan di antara sistem dan masyarakat, para penguasa sistem kembali menggunakan kekuatan paksa untuk mewajibkan peraturan atas masyarakat dengan kekuatan militer. Persis seperti yang terjadi di mayoritas negara-negara kaum muslimin saat ini. Akan tetapi sunnatullah akan selalu menang.
Termasuk sunnatullah dalam masyarakat bahwa umat adalah pemilik kedaulatan. Memang saat ini para penguasa sistem yang memegang kekuasaan, tapi ini tidak akan berlangsung lama, mereka pasti akan menemui kehancuran.
Contoh terdekat mengenai hal ini adalah sistem peraturan Suriah, yaitu sistem gerilya yang menghilangkan syariat. Ia zalim dan diktator terhadap hak rakyatnya. Dimana yang menerapkan hukum adalah sekelompok kecil penguasa yang mencuri kedaulatan umat. Revolusi penduduk Syam yang menentang mereka terjadi secara alami dan dapat diprediksi. Jika para pemuka sistem ini dan sekutunya
mengira bahwa mereka telah memadamkan revolusi dengan kekuatan senjata, besi dan api, maka sesungguhnya kekuasaan mereka menuju kehancuran dengan kehendak Allah SWT. Karena keberadaan mereka dalam kekuasaan bertentangan dengan ketentuan sejarah. Ini adalah perkara yang nyata pasti terjadi, dalam jangka waktu panjang maupun pendek.Syekh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah berkata dalam selebaran pada 27/2/1974 M: “Dasar dari
pendirian negara adalah penerimaan masyarakat atau sekelompok pemilik kekuatan terhadap pemahaman, standar dan penerimaan. Ini adalah sunnah (ketetapan) sosial dan kekuasaan. Maka percobaan untuk mengabaikan (ketetapan-ketetapan ini) dan mengambil kekuasaan dengan kekuatan atau penaklukan tidak akan mungkin mewujudkan sebuah negara, meskipun memungkinkan adanya
para penguasa sampai waktu yang tidak ditentukan.”
Oleh karena itu, hancurnya sebuah negara adalah karena sebab-sebab tertentu, dan jika sebuah negara hancur, ia tidak kembali melainkan tumbuh sebuah negara baru di tempatnya. Adapun hadharah yang maknanya adalah sekumpulan pemahaman tentang kehidupan, maka ia mungkin untuk kembali (berdiri) setelah kepergian (negara), jika ia diterima oleh sekolompok manusia di masyarakat manapun, lalu mereka menerapkannya. Hadharah dan negara Indian kulit merah di Amerika telah dihapus dengan
perbuatan hadharah Kapitalisme; akan tetapi hadharah Islam terus ada setelah hancurnya Daulah
Abbasiyyah di tangan Tatar pada tahun 1258 M dan (Daulah Abbasiyyah) bisa bertahan dan menang.
5. Ketentuan-ketentuan yang Pasti Terhadap Masyarakat Manusia
Kehancuran yang pasti terhadap negara-negara berjalan sesuai sunnahnya dan sebab-sebab khusus
dalam masyarakat. Kita harus mencari petunjuk ke dalam Al-Quran lalu kemudian sejarah untuk
menyimpulkan dari keduanya ketentuan yang mengatur negara-negara dan hadharah-hadharah. Dan
haruslah merencanakannya, karena ketentuan ketuhanan (sunan rabbaniyyah) berbeda dengan hukum
alam, ia fleksibel dalam penentuan waktunya; oleh karena itu telah terjadi hasil-hasilnya cepat maupun
lambat, akan tetapi ia tidak akan menyalahi.
Al-Quran telah menyebutkan kepada kita sunnah-sunnah yang telah Allah SWT tetapkan, dan
menjadikan realisasinya adalah mutlak dalam sejarah manusia. Di antaranya ketentuan sebab-akibat
atau ketentuan perubahan, yang berarti bahwa bagi sebagian perbuatan ada hasil dan akibat tertentu.
Allah SWT berfirman dalam Surah Faathir ayat 43, “mereka hanyalah menunggu (berlakunya) ketentuan
kepada orang-orang yang terdahulu. Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan bagi Allah, dan
tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu.”
Di antara sunnah yang disebutkan oleh Al-Quran adalah bahwa setiap umat memiliki ajal, kemudian
berakhir seperti matinya seseorang. Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-A’raaf ayat 34, “dan setiap
umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau
percepatan sesaat pun.” Hadharah dan umat Quraisy misalnya, telah berakhir dan datang ajalnya dengan
fathu Makkah yang Rasulullah SAW lakukan. Akan tetapi para penduduk Makkah sebagai individu tidak
mati akan tetapi mereka berpindah kepada hadharah Islam.
Adapun dari aspek studi sejarah yang terjadi, maka akan kita temukan bahwa setiap negara memiliki
akhir yang tak terhindarkan yaitu lenyap. Ini adalah ketentuan yang berlalu dalam sejarah setiap negara
dan umat. Akan tetapi ketentuan ini tidak berlaku pada satu umat, yaitu umat Islam. Karena Allah SWT
berjanji untuk menjaga agama ini, dan ini menghendaki penjagaan orang-orang yang mendirikannya.
Oleh karena itu, umat dan hadharah ini akan tetap berdiri sampai tenggelamnya matahari di ufuknya.
Dialah umat yang tidak tunduk pada sunnah ini. Akan tetapi bukan berarti (umat Islam) tidak
memerlukan Daulah Islam.
Selain ketetapan ajal, ada pula ketetapan untuk menghancurkan para perusak sebagaimana sunnah
imla’ (istidraj), sunnah untuk menghancurkan orang yang berbuat sewenang-wenang, juga sunnah
perputaran, dan Allah membuat penutup dari sunnahNya yaitu sunnah diwariskannya bumi pada orangorang shalih dan bertakwa. Begitulah sang pemimpin para kapitalis (Trump) mendongakkan dagunya di
negeri Kapitalisme terbesar yang membuat kerusakan di negerinya dan dunia internasional. Ia pantas
menerima ketetapan Allah, lantas Allah hancurkan Amerika dan seluruh pengemban hadharah
Kapitalisme yang mengagungkan para pemilik modal dan mereka yang bertambah kekayaannya dan
dipergunakan untuk kerusakan, kemaksiatan dan kesewenang-wenangan.
Ketetapan membinasakan suatu wilayah dan negara dulu pernah terjadi sebelum diutusnya Nabi SAW,
namun setelah diutusnya Nabi SAW tidak ada pembinasaan sebagaimana yang terjadi pada umat-umat
terdahulu yang telah mendustakan para nabinya. Yang ada adalah hukuman yang Allah berikan pada
mereka dengan beragam jenis balasan sesuai dengan apa yang mereka perbuat di dunia. Atau Allah
kalahkan para perusak tersebut melalui tangan hambaNya yang beriman sehingga mereka binasakan apa
yang dibanggakan oleh pengusung kebathilan dan kezaliman dengan kebinasaan yang pasti. Dengan itu,
Allah SWT akan memberikan kemampuan pada hambaNya untuk melakukan perlawanan pada para
perusak.
Keberadaan hadharah Islam adalah sunnatullah, karenanya ia tidak akan lenyap, justru akan kembali
lagi menjadi sebuah negara yang mengemban Islam untuk mewujudkan janji Allah setelah konflik antar
hadharah yang layak diterapkan dan yang tidak, lalu hadharah Islam ini akan melawan hadharah
Kapitalisme dan mengalahkannya.
Kaum muslimin akan mengetahui bahwa tugas negara terhadap wilayah sekelilingnya adalah untuk
menyebarkan hadharah yang mereka emban, mereka akan menemukan bukti atas hal tersebut dari
warga dunia yang dikalahkan dan dizalimi oleh hadharah Kapitalisme sendiri. Sebagaimana yang didapati
oleh nenek moyang umat Islam yaitu para sahabat ketika ekspedisi pembebasan Irak, Syam dan Mesir.
Dengan izin Allah manusia akan memeluk Islam secara berbondong-bondong dan kekuasaan umat Islam
akan mencapai batas yang telah Allah SWT tetapkan bagi Rasulullah SAW.
6. Indikator Kebangkitan Umat Islam dan Kembalinya Hadharah Mereka
Telah berakhirlah masa umat Islam bertopang pada hadharah Barat jauh sebelum revolusi industri
berlangsung di Eropa, yang menyebabkan berguncangnya keyakinan kebanyakan umat Islam –saat itu–
pada hadharah mereka (Kapitalisme) tanpa adanya penerimaan yang sebenarnya terhadap kebenaran
pemikiran Kapitalisme, lalu dengan dihancurkannya Khilafah diikuti dengan hilangnya ideologi serta
hadharah Islam dari muka bumi. Para penjajah menancapkan pemikiran-pemikiran Barat dengan kuat
dalam masyarakat muslim, serta menerapkan sistem Kapitalisme atas mereka, khususnya dalam
ekonomi dan pemerintahannya.
Namun, setelah guncangan hebat yang melanda kaum muslimin, serta munculnya seruan kebangkitan
yang nyata dalam diri umat, juga kesaksian umat atas kebobrokan yang dipertontonkan hadharah
Kapitalisme serta posisi permusuhan agama Islam terhadap Barat, ini semua merupakan faktor-faktor
yang menciptakan kemunduran besar dalam pengadopsian hadharah Barat oleh orang-orang yang
memiliki pengetahuan, pemikir dan kaum muslimin secara umum, dengan ini keyakinan kaum muslimin
pada hadharahnya sendiri dan urgensi mengembalikan hadharah Islam telah kembali.
Setelah munculnya guncangan hebat dari sistem Kapitalisme dalam hal ekonomi serta seruan-seruan
sebagian tokoh Barat untuk mengadopsi sistem perekonomian Islam yang bebas dari riba, kembalilah
keyakinan terhadap hukum-hukum ekonomi Islam pada banyak kalangan muslim. Begitupula kembalinya
keyakinan mereka terhadap pengganti yang layak dalam aspek politik dan pemerintahan, juga
didapatinya opini umum dan dukungan untuk menerapkan Islam dan Khilafah adalah bagian dari agama,
hadharah, sejarah serta warisan mereka yang sangat luhur.
Upaya-upaya revolusi Arab Spring yang dilakukan sebagai bentuk perlawanan atas kezaliman
merupakan salah satu tanda kembalinya vitalitas hadharah Islam dalam diri umat, serta awal
pengambilan tali kendali bagi umat dimana ia mulai mengetahui arah perjuangan tanpa kendali dari
Barat setelah mereka berhasil merampas pemerintahan itu sendiri dari Barat. Revolusi ini menginginkan
pergantian penguasa yang telah diangkat oleh Barat (pemimpin boneka antek Barat), akan tetapi ia
belum mempersenjatai diri dengan hadharah alternatif, atau ia takut untuk mengadopsinya (hadharah
alternatif; Islam, pen) khawatir revolusi ini dihancurkan oleh penguasa, atau khawatir terhadap
berhentinya dukungan/bantuan yang ia terima dari negara-negara tetangga. Hal-hal ini secara gamblang
telah membuat revolusi tersebut enggan untuk mengadopsi pengganti hadharah Islam.
Indikator kebangkitan umat dan kembalinya keyakinan mereka pada pemikiran, hukum dan peraturan
Islam haruslah mampu mengembalikan kekuasaan umat di wilayahnya sendiri serta kembalinya
hadharah mereka untuk diterapkan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dalam sebuah negara atau
hadharah. Tanda-tanda ini merupakan poin paling penting dan paling diharapkan. Hal-hal ini juga
merupakan indikator utama bagi para pemikir cemerlang dalam mengindikasi kemunduran dan kejatuhan hadharah Kapitalisme, bagi kami indikator ini pula yang paling utama dari pada menunggu
Allah SWT menghancurkan Amerika dengan kebobrokan sistemnya sendiri.
Kita telah mengetahui melalui sudut pandang sunnah sebuah hadharah, bahwa hadharah
Kapitalisme yang telah rusak harus benar-benar menemui kehancuran melalui perlawanan dari kaum
muslimin cepat atau lambat. Kita juga memiliki bisyarah yang begitu banyak dari Al-Quran dan Sunnah
bahwa masa depan adalah milik umat Islam dan Allah SWT telah berjanji untuk memberikan kekuasaan
pada umat Islam hingga kekuasaan umat Nabi Muhammad SAW mencapai batasan yang tak terhitung.
Namun, kapan hal itu akan terjadi, bagaimana dan dimana? Kita tidaklah memiliki jawaban pasti atas
pertanyaan tersebut.
Hal penting yang sangat dibutuhkan dalam masalah ini adalah bagaimana agar kita –umat Islam–
pantas dan siap untuk menerima kepemimpinan rabbani ini, juga agar kita benar-benar mempersiapkan
pergantian dan perubahan hadharah ini secara matang dengan kedalaman pemahaman, pemikiran serta
pengadopsian pemikiran dan ketentuan-ketentuan hadharah yang terpancar dari akidah dan ideologi
kita sembari terus meyakini kebenarannya tanpa ada sedikit pun tercampur dengan pemahaman
hadharah lainnya yang rusak.
Mari kita mohon pada Allah SWT untuk menyegerakan hari dihancurkannya Amerika dan Eropa
beserta hadharahnya yang telah rusak oleh Allah SWT, dan membuat penentang, pemusnah, dan
penggantinya di tangan kaum muslimin, Allahumma amin. []
Oleh: Al-Sarisi Al-Maqdisi
*Makalah terjemahan ini telah di-compress dari makalah aslinya yang terdiri dari 2 bagian, dengan judul
‘Fasad Al-Hadharah Al-Ra’simaliyyah wa Qurb Inhiyariha’, diambil dari Majalah Waie edisi 394-395.
Visits: 24