Search
Close this search box.

Kebohongan Dari Slogan Umat Sengsara Karena Politik

Barat menggunakan berbagai cara yang keji untuk mencegah kembalinya Islam dan negara Islam (selama beberapa abad) yang menjadi pemimpin negara-negara dunia, dan umatnya menjadi umat terbaik. Semua itu akan kembali lagi dengan izin Allah Ta’ala, walaupun Barat melakukan berbagai konspirasi dan seluruh negara kafir melakukan makar. Walaupun berbagai jebakan dan sanksi hukuman diletakkan Barat dan para anteknya untuk memutus jalan kembalinya kejayaan kaum muslim, atau untuk memalingkan para aktivisnya agar tidak sampai pada tujuan menegakkan agama dengan mengembalikan Khilafah Islamiyah yang menyelamatkan umat dari kebrutalan dan keegoisan kapitalisme.


Ya, Khilafah akan kembali dengan izin Allah selama masih ada orang-orang yang ikhlas menukar dunianya dengan akhirat, mengikuti metode ijtihad syar’i dalam memahami hukum-hukum Islam dan segenap solusinya, menempuh metode Rasulullah SAW dalam mendirikan Daulah Islam, sehingga mereka akan berjuang memerangi pemikiran-pemikiran kufur dan batil dengan menjelaskan kerusakan dan ketidakbenarannya, menawarkan solusi pengganti yang original dari semua masalah tersebut, yakni pemikiran Islam yang agung, lalu mereka beraktifitas untuk menyebarkannya di tengah-tengah umat, melakukan pergulatan politik terhadap antek kafir Barat penjajah, yakni para penguasa dan begundal-begundalnya. Setelah itu mereka akan meminta pertolongan kepada ahli al-quwwah untuk melindungi pemikiran ini dan para pengembannya, dan menyampaikan pemikiran Islam ini hingga sampai ke tampuk kekuasaan.


Begitulah Barat pendengki, secara keji dan membabi buta telah menyerang pemikiran-pemikiran yang ingin mewujudkan Daulah Islam ini. Pemikiran-pemikiran ini telah menghantui pihak Barat, karena dipastikan akan mengancam peradabannya dan akan mencabut peradaban Barat ini hingga ke akar-akarnya. Sebagaimana Daulah Islam dihilangkan mula-mula oleh pemikiran kufur, maka dengan izin Allah Daulah Islam akan kembali tegak dan berada di depan dengan adanya pemikiran-pemikiran Islam yang benar.

Di antara perkara yang mengembalikan Islam dan negaranya adalah:
Terwujudnya opini umum yang lahir dari kesadaran umum bahwa Islam adalah solusi bagi seluruh problematika kehidupan, baik dalam hal ekonomi, pemerintahan, muamalah, pengadilan, pendidikan, kesehatan, militer, pertanian, industri, perdagangan, peperangan, dan perdamaian. Dan bahwasanya wajib mendirikan negara Islam agar Islam kuasa dalam kehidupan.


Menerjuni perang pemikiran dan perjuangan politik dengan beraktivitas menghancurkan pemikiran, perundangan, dan hubungan yang ada di antara penguasa dengan rakyat, pemikiran, peraturan perundangan yang tegak di atas asas pemikiran kapitalisme yang mandul. Seraya menjelaskan kerusakan pemikiran-pemikiran ini dan pengaruhnya yang merusak manusia terkhusus para pengembannya. Mengungkap fakta sistem dan hubungannya dengan dunia luar, begitu juga menyingkap fakta partai-partai dan arus sekulerisme dan non sekulerisme. Hal ini dilakukan untuk menghadapi berbagai proyek rancangan Barat dan para agennya dari kalangan penguasanya, menggagalkan terwujudnya proyek tersebut di tengah umat, serta menampakkan keagungan hukum-hukum Islam dan perannya dalam kebangkitan umat.


Barat dan agennya yang berasal dari kalangan penguasa, ulama, dan partai sekuler bekerja keras melakukan hal-hal berikut:
Menikam Islam dengan menyerang hadits-hadits dan menyebarkan keraguan terhadapnya. Menyerang tafsir Quran dengan apa yang tidak terkandung dalam maknanya, mengada-adakan kaidah yang bukan berasal dari Islam. Misalnya, darurat membolehkan keharaman padahal asalnya adalah keterpaksaan bukan darurat, tujuan itu membenarkan sarana, dimana ada maslahat disana ada syariat Allah, mengerjakan sesuatu itu lebih baik daripada tidak sama sekali, dan kaidah bukan syar’i lainnya yang diperluas untuk menyimpangkan Islam. Cara ini digunakan oleh kaum kafir sejak awal dakwah dan masih digunakan sampai hari ini.


Contohnya ada orang yang mengatakan mengambil dari Quran saja tanpa mengambil hadits Rasulullah, dan mereka dinamakan kaum Quraniyyin. Dan propoganda ini diperbaharui oleh kaum kafir hari ini sebagaimana kaum kafir dulu menghaluskannya. Maka, tusukan itu masih terus ada dan sepertinya tidak berubah. Sebagaimana yang mereka serukan sebelumnya bahwa agama itu fleksibel, menyelaraskan agama agar sejalan dengan fakta. Hari ini mereka menyerukan pembaruan seruan agama dan mengambil manfaat dari segala sesuatu yang baru dan bermanfaat, dengan alasan hikmah itu adalah sesuatu yang hilang dari kaum mukmin, dimanapun ditemukan, harus diambil.


Memukul pemikiran politik. Ini dilakukan dengan cara membuat partai politik Islam yang ditopang oleh kekuatan nasionalisme, dan kekuatan nasionalisme ini ditopang oleh Barat. Partai-partai ini saling bersaing memperebutkan kekuasaan dan kepentingan. Mereka memperdaya umat dengan slogan-slogan dengan tujuan mencapai kepentingan itu. Kemudian tatkala partai-partai ini telah sampai pada tujuan, maka partai-partai ini tidak mewujudkan kebangkitan dan manfaat apapun di tengah umat, mereka hanya ingin mewujudkan kepentingan mereka saja.


Mereka menawar ideologi umat sehingga menyelisihinya dan menyelisihi slogan-slogan yang dulu sangat diinginkan umat, sehingga dampaknya umat akan menolak partai-partai tersebut, menjadikan partai-partai sebagai sasaran tuduhan oleh kaum muslim, partai dan Islam menjadi obyek makian oleh orang kafir. Hal ini seluruhnya berada dalam rancangan Barat untuk menyusupkan pemikiran menyingkirkan politik dan memisahkannya dari kehidupan ke dalam tubuh umat. Ini selaras dengan ide yang dilontarkan Barat, yakni sekulerisme, menjadikan agama secara total jauh dari kehidupan dan dari politik, dan tidak ada pintu masuk bagi agama untuk mencampuri kehidupan publik.


Diantara faktor penyebab kegagalan partai dan organisasi ini adalah:
Miskinnya partai dari program dan proyek kebangkitan dan peradaban yang akan menyelamatkan umat dan mengeluarkannya dari bencana. Mereka tidak memiliki program yang cocok dan sesuai untuk diterapkan dan menjadi solusi yang benar dan praktis.


Sikap fanatik terhadap pendapat yang dilontarkan kepada organisasi baik yang memiliki argumen atau tidak. Walaupun sebenarnya mereka fanatik terhadap hal-hal yang bersifat zhann (dugaan), bukan pada postulat yang pasti.
Mereka terpengaruh oleh perkataan Barat bahwa hadharah, madaniyyah, dan perkembangan Barat itu bisa diwujudkan karena agama dijauhkan sejauh-jauhnya dari politik, dan agama dipisahkan dari kehidupan (sekulerisme). Mereka menyesatkan kaum muslimin dengan mengatakan bahwa dulu Barat itu tertinggal, namun sejak mereka memisahkan agama dari kehidupan dan politik, mereka bisa mengenal jalan menuju kebangkitan dan mereka menjadi berkembang, berperadaban, dan maju.


Ini adalah sebagian faktor yang Barat lakukan untuk menjatuhkan umat Islam baik melalui peraturan praktis, partai sekuler, dan tsaqafah yang buruk. Barat mencuci otak manusia dengan mendorong mereka agar berpandangan bahwa politik itu dusta dan najis. Sedangkan agama itu terlalu suci untuk dibawa masuk kedalamnya. Sesungguhnya politik adalah dajjal (dusta) dan najis karena yang terjadi didalamnya hanyalah persaingan memperebutkan kepentingan, merealisasikan manfaat belaka, dan egoisme menjadi titik tolaknya sebagaimana yang terjadi di Barat. Bukan politik namanya jika di dalamnya tak ada persaingan, ambisi, dan peperangan. Adapun politik dalam perspektif Islam memiliki makna dan wajah yang lain yang tentunya tidak mungkin bisa dibandingkan dengan kapitalisme pembenci.


Sesungguhnya politik dalam Islam itu memberikan petunjuk kepada manusia, memakmurkan bumi, dan tidak menghancurkannya sebagaimana keadaannya dalam konsep Barat. Dan fakta menjadi saksi terbesar atas hal itu. Politik dalam Islam (sebelum apapun) pasti dihubungkan dengan akidah Islam, agar bisa mengokohkan akidah tersebut di antara kaum muslimin dan menyebarkannya ke seluruh alam. Dengan demikian politik berkaitan dengan penerapan Islam di dalam negeri dan dakwah di luar negeri. Politik ada untuk mengatur urusan manusia dengan benar dan adil.


Politik dalam Islam berasal dari kata ساس – يسوس yang diriwayatkan dalam hadits Nabi, “Dahulu Bani Israil dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, ia akan digantikan oleh nabi (lain). Namun sungguh tidak ada nabi lagi sesudahku, dan sepeninggalku akan ada para khalifah lalu jumlah mereka akan banyak. (Para sahabat) bertanya, Wahai Rasulullah, lalu apa yang engkau perintahkan untuk kami? Beliau menjawab: Tunaikanlah baiat kepada (khalifah) yang pertama kemudian kepada yang berikutnya, lalu penuhilah hak mereka, dan mintalah kepada Allah apa yang menjadi hak kalian, karena sesungguhnya Allah akan menanyai mereka (para khalifah) tentang apa yang mereka pimpin.” (HR. Muslim)


Kalimat تسوس bermakna ترعى yang artinya mengatur dan menjalankan urusan umat sesuai perintah Allah yang di dalamnya terhimpun segenap kebaikan. Berdasarkan hal ini bisa dikatakan bahwa apa yang mereka sebut ‘politik dajjal pendusta’ itu adalah benar jika dikaitkan politik para pengembannya (Barat). Sedangkan makna politik yang telah ditetapkan Islam adalah perkataan yang benar jika dikaitkan dengan politik kaum muslimin. Allah berfirman, “Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Isra’ : 84)


Rasulullah SAW adalah seorang politikus pertama yang menggunakan pemahaman (Islam). Sirah perjalanannya mencakup tentang sikap-sikap agung Rasulullah, bagaimana beliau berinteraksi dengan kaum kafir, menyingkap rencana-rencana jahat kaum kafir, mengadopsi kemaslahatan umat Islam, hingga masalah akidah Islam dari sisi bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita cara memegang akidah itu secara politis, yakni ketika beliau menyeru kita agar mengarahkan kehidupan dengan akidah Islam. Pemikiran akidah Islam bukanlah seperti pemikiran Plato melainkan pemikiran praktis bahkan Islam menjadikan akidah sebagai asas perbuatan.


Akidah adalah sesuatu yang mendorong kaum muslimin untuk memperhatikan urusan dunia dan petunjuknya, dan melakukan urusan dunia sesuai dengan hukum syara. Inilah tingkatan tertinggi dari rasa tanggung jawab terhadap dunia. Pemikiran akidah ini mencakup bentangan kehidupan ini, sebelumnya dan sesudahnya. Maka politik dalam perspektif ini adalah mengatur urusan manusia seluruhnya, dan fakta yang terjadi memang seperti itu. Karena hukum syara yang dibawa oleh Islam adalah hukum yang bersifat manusiawi, yakni untuk manusia sebagai seorang manusia tanpa memandang keturunan, jenis kelamin, dan warna kulit. Konsep politik Islam yang agung ini berusaha didistorsi (dirusak) dan diganti oleh Barat. Jika akidah menjadi mubtada (titik awal) dalam memahami politik dalam Islam, maka apa khabarnya?


Khabarnya adalah mengatur urusan manusia dengan hukum syara hingga semua hak terpenuhi, terwujud keadilan diantara mereka. Kita katakan manusia, bukan hanya kaum muslimin, karena negara Islam tatkala mengayomi urusan rakyatnya dengan Islam, pengayomannya itu tidak hanya terbatas untuk kaum muslimin saja, tapi melampauinya sehingga meliputi seluruh rakyat dengan beragam agama dan madzhab. Daulah Islam memperlakukan mereka (rakyatnya) di dunia secara sama. Karena itulah negara Islam dengan segenap aktivitas politiknya menjadi wajah yang nampak dalam penerapan Islam dan penyebarannya. Dan semua ini adalah politik.


Rasulullah telah memberikan gambaran nyata bagaimana Islam menjadi agama yang meriayah sebagaimana ia menjadi agama yang memberi petunjuk di Makkah dan Madinah. Di Makkah, dalam dakwahnya untuk mendirikan negara yang akan menegakkan hukum Allah di muka bumi (dan ini adalah aktivitas politik), Rasulullah SAW harus berhadapan dengan sekelompok orang Quraisy yang menjadi tokoh-tokoh Quraisy dan pihak yang mengurusi urusan kaum Quraisy, dalam arti lain mereka ada para politisi Quraisy.


Beliau SAW berkata kepada mereka, “Ada satu kalimat yang jika kalian berikan kalimat itu kepadaku, niscaya kalian akan mampu memerintah bangsa Arab dan menundukkan bangsa Ajam”. Para pemuka Quraisy pun memusuhi beliau karena mereka tahu bahwa Rasulullah ingin mencabut kekuasaan mereka. Sementara itu, Rasulullah tetap bersabar menyampaikan seruan tersebut kepada para pemuka Quraisy.
Tatkala beliau telah pesimis terhadap mereka, beliau menghadap para pemuka kabilah kabilah untuk meminta kekuatan, penjagaan, dan pertolongan dari mereka hingga beliau dapat melaksanakan perintah Allah dan mendirikan negaranya. Perkara inilah (mendirikan negara) yang dipahami oleh orang yang diajak oleh Rasulullah untuk menolong dakwahnya. Sebagaimana yang terjadi dengan delegasi Bani Sha’sha’ah ketika Rasulullah menawarkan dirinya kepada mereka dan mengajak mereka untuk menjaga beliau sehingga beliau dapat menyampaikan risalah dari Rabbnya.


Seorang lelaki dari Bani Sha’sha’ah bertanya, “bagaimana pendapatmu jika kami membaiatmu untuk perkaramu, kemudian Allah memenangkanmu dari orang orang yang menyelisihimu, apakah perkara (kepemimpinan) itu akan menjadi milik kami setelahmu?” Rasulullah menjawab, “perkara itu adalah urusan Allah, Dia akan memberikannya kepada orang yang Dia kehendaki.” Pemuda itu berkata lagi, “apakah kami harus sudi memerangi bangsa Arab membelamu, sedangkan ketika Allah memenangkanmu, lantas perkara (kepemimpinan) ini diperuntukkan bagi orang selain kami? Kami tidak butuh pada urusanmu.” Maka Bani Sha’sha’ah pun mengabaikannya.


Ini bukanlah akhir dari pendirian negara Islam pertama di Madinah melalui nushrah yang diberikan oleh sebagian pemuka Madinah kepada Rasulullah SAW. Selanjutnya beliau mendedikasikan kepemimpinannya dengan menjadi kepala negaranya dan melakukan periayahan (pengayoman) kepada seluruh kaum muslimin dengan ayat-ayat hukum yang diturunkan kepadanya.


Begitu pula dengan apa yang terjadi di Madinah. Tidak mungkin digambarkan bahwa Rasulullah tidak masuk dalam perpolitikan. Bahkan justru semua aktivitas beliau adalah aktivitas politik. Beliau menyampaikan, menerapkan, dan menyebarkan hukum hukum Islam yang berbeda (dengan hukum lainnya) baik di bidang ibadah, akhlak, muamalah, jihad, dan hukum Islam yang lain dengan pengaturan dan perhatian terhadap seluruh urusan rakyat.


Bukankah Rasulullah terjun ke medan perang, mendapatkan kemenangan dan memerintah negara negara yang ditaklukkan oleh Islam? Bukankah beliau menentukan siapa yang menjadi wali dan qadhi, dan beliau pernah mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar adalah wazir Rasulullah di muka bumi? Bukankah beliau menyambut kedatangan para musafir dan menentukan tanah-tanah yang miskin?


Sesungguhnya politik adalah dasar dari Islam. Kekuatannya diambil dari kekuatan aqidah dan kevalidan hukum syara dalam memberikan solusi setiap problematika manusia. Politik telah menjadi sebab datangnya kebahagiaan bagi umat dan manusia seluruhnya. Dan sejarah Daulah Islam itu sangat cerah hingga sampai pada derajat dimana para musuhnya memuji kehebatannya.


Dari fakta ini, terlihatlah kebohongan jika seseorang mengatakan bahwa penyebab dari sengsaranya umat saat ini adalah karena politik. Ya benar, jika politiknya didasarkan pada sistem kapitalisme yang tamak, dzalim, lagi liar. Adapun ketika politiknya didasarkan kepada etika Islam, maka politik Islamlah yang menjadikan muslim dapat hidup dalam naungannya dengan kemuliaan Islam dan Islam memberikan hak-hak mereka.


Hal ini yang harus diperhatikan dan diwujudkan oleh seorang muslim. Yaitu mendirikan negara Khilafah yang akan mempraktikkan politik ke level tertinggi dan memenuhi hak. Negara inilah yang dibutuhkan oleh seluruh manusia setelah seluruh rakyat dianiaya tanpa batas oleh kejamnya kapitalisme.
Terakhir, sesungguhnya rakyat Barat juga teraniaya oleh api kapitalisme. Seandainya bangsa-bangsa ini sadar bahwa perpolitikan mereka dijalankan oleh segelintir kapitalis yang tamak, niscaya mereka akan berbalik memusuhi para kapitalis. Seandainya bangsa-bangsa ini sadar bahwa apa yang ada di dalam Islam itu sebenarnya adalah nilai-nilai yang luhur, niscaya mereka akan berbondong datang menyambut Islam. Inilah yang akan terjadi di masa yang akan datang, yaitu ketika mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana Islam telah mengeluarkan manusia dari kebrutalan kapitalisme menuju keadilan Islam. Sekali lagi, ini yang akan kita saksikan dalam waktu dekat.

Abdurrahman Al-Amiri, Yaman
(Sumber: Al-Waie)

Visits: 0

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram