Search
Close this search box.

Pos Perbatasan Abu Zindin dan Hubungannya dengan Solusi Politis Beracun Milik Amerika

Agar kita bisa menilai suatu peristiwa yang terjadi dalam hidup kita dan menentukan sikap yang benar terhadapnya, maka perlu untuk menempatkan suatu peristiwa dalam kerangka umum serta menghubungkannya dengan keadaan sekitar dan peristiwa lain yang terkait. Jika kita tidak melakukan yang demikian, maka akan membuat pemahaman dan penilaian bersifat parsial dan salah. Oleh karena itu, untuk menentukan sikap yang tepat mengenai isu pembukaan pos perbatasan yang dilakukan oleh rezim kriminal Assad—baik di mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun—termasuk Pos Perbatasan Abu Zindin yang perlu dipaparkan rangkaian peristiwanya dari awal dan kemudian dihubungkan bagian-bagiannya.

Pembukaan pos perbatasan ini adalah rangkaian konflik antara kaum muslimin dan negara-negara Barat kafir. Hal ini merupakan sebuah konflik yang salah satunya tampak lebih banyak pada peristiwa revolusi Syam dibandingkan dengan revolusi-revolusi di negara-negara muslim lainnya. Sementara itu telah diketahui oleh seluruh kaum muslimin bahwa rezim-rezim yang ada di negara kita adalah bentukan Barat dan merupakan praktek kolonialisme lama Eropa. Kemudian status sebagian rezim tersebut berubah menjadi agen kolonialisme baru Amerika setelah Amerika memimpin dunia pasca Perang Dunia II dan menjadi negara adidaya yang mengendalikan sistem dan masyarakat internasional. Di antara rezim yang mengubah loyalitas dan pengabdiannya adalah rezim Assad, yaitu setelah melakukan apa yang dikenal sebagai gerakan korektif pada tahun 1970, dan menjadi pengikut yang tunduk kepada Amerika. Rezim Assad ini juga menjadi pelindung dan pengayom Amerika selama Amerika menjamin kepentingan-kepentingannya.

Oleh karena itu, sejak awal Revolusi Syam, mantan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, telah berulang kali menyatakan bahwa tidak ada solusi di Suriah kecuali solusi politik dan tidak ada ruang untuk resolusi militer. Amerika tidak akan membiarkan kekosongan politik dimanfaatkan oleh beberapa kelompok teroris untuk melaksanakan agenda mereka. Hal ini menunjukkan ketakutan Amerika terhadap Islam yang berakar pada jiwa penduduk Syam.

Inti dari pernyataan-pernyataan ini adalah untuk mencegah revolusi dari menggulingkan rezim kriminal Assad secara militer. Oleh karena itu, revolusi perlu dikekang, dilemahkan kemampuannya, dan kemudian ditundukkan agar mereka mau menerima solusi politik yang mempertahankan sekulierisme rezim di Suriah dan ketergantungannya yang terus-menerus kepada Amerika.

Amerika menggenggam rezim Assad dengan tangan kanannya, maka dia pun menggenggam revolusi dengan tangan kirinya. Sehingga Amerika dapat mengambil peran pendukung revolusi dan mendistribusikan tugas-tugas eksekutif kepada para rezim regional fungsional yang dipimpin oleh Turki, Arab Saudi, dan Qatar agar mereka mengambil tindakan secara langsung yang dapat mewujudkan tujuan Amerika, yaitu melenyapkan revolusi. Dana politik yang beracun menjadi alat yang paling menonjol untuk memikat hati para pemimpin agar mereka menjual perjuangan para rakyatnya demi sebuah tawaran dunia. Di saat yang sama, Amerika menetralisir pemimpin yang ikhlas, baik dengan membunuh atau melumpuhkannya, agar tidak dapat memainkan peran militer yang berpengaruh. Siapa pun yang melihat dengan lebih dekat, mereka akan mendapati bahwa dukungan Amerika dan semua rezim yang mengikuti jejaknya adalah dukungan yang tidak memuaskan dan tidak mengenyangkan. 

Untuk menyegarkan ingatan mereka yang lupa, kami mengingatkan kembali tentang pelarangan pembukaan Front Pantai, yang disebutkan oleh lebih dari satu perwira pembelot dan lebih dari satu komandan militer, serta larangan perluasan area revolusi dengan rudal anti pesawat. Jika mereka tulus mendukung revolusi, mereka akan memasoknya dengan rudal MT, sehingga superioritas udara rezim akan berakhir.

Situasi ini telah menyebabkan rezim Erdogan mengendalikan keputusan pasukan militer. Kini kekuasaan berada di tangannya sehingga dia dapat memindahkannya seesuai dengan kehendaknya, baik ke Azerbaijan, Libya, Nigeria, juga wilayah timur Sungai Eufrat, Ghosn al Zaitoun. Ia juga melakukan operasi mata air perdamaian bagi faksi-faksi utara, dan membekukan front bagi faksi-faksi selatan. Hal yang terpenting adalah menjauhkan mereka dari melakukan serangan yang nyata demi keamanan rezim Assad di Damaskus dan pesisir.

Untuk menyelesaikan langkah-langkah solusi politik yang dipandang Amerika Serikat sebagai pencapaian kepentingannya di Suriah, yaitu memadamkan revolusi Syam yang di mana AS merasakan orientasi yang jelas terhadap Islam, Amerika Serikat merasa perlu menundukkan dukungan masyarakat dan mendorong mereka menerima gagasan kembali ke otoritas rezim, dengan dalih solusi politik dan negosiasi. Hal ini hanya bisa tercapai setelah serangkaian tahapan yang berupa hidup dalam kesempitan, mengembalikan rasa takut di hati para pejuang revolusi, dan membuat mereka meninggalkan ide-ide yang awalnya mendorong revolusi, seperti martabat dan penerapan hukum Islam.

Para pemimpin faksi di berbagai wilayah melakukan tindakan-tindakan yang mendukung kepentingan Amerika, yang bertujuan untuk mendorong masyarakat menerima dan melaksanakan solusi politik yang menjamin dominasi Amerika atas Suriah, baik dengan mempertahankan Bashar al-Assad di puncak kekuasaan atau menggantinya dengan orang lain.

Arahan eksekutif kepada pimpinan faksi berada di bawah pengawasan langsung Turki. Sejak tahun 2022, pernyataan-pernyataan Turki mulai membahas tentang perlunya pertemuan Turki-Suriah dan perlunya mengakhiri “konflik” di Suriah. Pernyataan-pernyataan tersebut dibuat untuk menangani jantung revolusi yang terus ada, dan untuk membiasakan penduduk Syam terhadap gagasan-gagasan tersebut sembari memasarkannya dengan pembenaran yang palsu untuk menerimanya—dan mereka menyadari bahwa penerimaan itu tidak akan terjadi secara instan. Sesungguhnya langkah-langkah normalisasi memerlukan waktu yang cukup untuk memadamkan revolusi di hati penduduk Syam.

Baru-baru ini, gagasan untuk membuka pos perbatasan Abu Zindin oleh rezim kriminal Assad muncul sebagai langkah untuk mendorong rakyat agar menerima gagasan solusi politik dan menormalisasi hubungan dengan rezim tersebut. Gagasan ini pertama kali diajukan atas nama dewan lokal Kota Al-Bab meskipun dewan ini tidak memiliki kualifikasi untuk mengambil keputusan semacam itu. Namun, ini merupakan balon percobaan dan kambing hitam agar jika rakyat menentangnya, maka  pemerintah sementara atau faksi-faksi yang dikenal sebagai tentara nasional tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan ini. Setelah para pejuang revolusi berdiri untuk menolak langkah normalisasi apa pun dengan rezim kriminal, maka keputusan dewan yang disebutkan di atas dibatalkan.

Karenanya, tidaklah seorang budak bertugas selain hanya untuk melaksanakan perintah tuannya, sebagaimana yang dilakukan oleh rezim Turki yang bertemu dengan para pemimpin faksi serta menyampaikan kepada mereka tentang keputusannya untuk membuka pos perbatasan. Keputusan kali ini dilakukan secara terbuka. Maka tidaklah mungkin para pemimpin faksi militer—yang terbiasa dididik untuk tunduk dan patuh—dapat memiliki pilihan selain akan melakukan aktivitas unjuk kekuatan, dengan tujuan untuk meneror dan mengintimidasi rakyat agar menahan diri dari segala tindakan yang menentang pembukaan pos perbatasan. 

Dengan karunia Allah Swt penduduk Syam telah mengembalikan revolusi kepada kejayaannya. Berkat orang-orang yang ikhlas dan sadar, yang masih terus menerus memperingatkan para pejuang revolusi akan bahaya dari tindakan-tindakan yang secara keseluruhan bertujuan untuk menerapkan solusi politik Amerika; yang menjamin keberlangsungan rezim kriminal Bashar al-Assad, dan menyia-nyiakan pengorbanan dan penderitaan selama ini.

Ini adalah tipu daya Amerika, rezim Erdogan, dan para antek mereka yang berada di antara para pemimpin koalisi tersebut. Meski tipu daya Allah lebih besar. “Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS Al-Anfal:30)

Setelah bahaya peran Turki dan para pemimpin faksi menjadi jelas bagi mereka, penduduk Syam tidak punya pilihan selain meminta tolong pada Allah dan menolak untuk bergantung pada rezim serta pengikutnya, dengan  meyakini  firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS Hud: 113), dengan cara mengembalikan keputusan militer dan mendelegasikannya kepada orang-orang ikhlas yang terhubung dengan pertolongan Allah. 

Marilah kita lanjutkan jalan revolusi sampai tumbangnya rezim di Damaskus dan berdirinya pemerintahan Islam. Kekhilafahan Rasyidah yang sesuai dengan metode kenabian, Khilafah yang diridai Allah Swt dan menjunjung tinggi hak-hak hamba-Nya. “Dan pada hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Perkasa, Maha Penyayang.” (QS Ar-Rum: 4-5) [RY/AE]

Diterjemahkan dari Surat Kabar Al-Rayah edisi 511, terbit pada Rabu, 1 Rabi’ul Awal 1446 H/4 September 2024

Ditulis oleh: Prof. Mara’i Abu Hasan

Klik di sini untuk mengakses sumber

 

Visits: 6

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram