Search
Close this search box.

Pertemuan Sharm el-Sheikh dan Cengkeraman Barat atas Penguasa Kaum Muslimin

Oleh: Prof. Sa’id Fadhl (Anggota Kantor Media Hizbut Tahrir Mesir)

Sharm el-Sheikh, Selasa (22/3/2022) Presiden Mesir As-Sisi, PM Israel Naftali Bennett, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed mengadakan pertemuan pertama untuk berdialog soal dampak dari perkembangan global, terutama terkait energi, stabilitas pasar, dan ketahanan pangan. Bani Saud turut hadir melalui telekonferensi sebagaimana laporan surat kabar Israel.

Dialog tersebut tidak menyinggung persoalan Palestina yang telah lama disuarakan dan diperjualbelikan oleh para penguasa, meskipun itu bukanlah urusan mereka. Sebaliknya, hal tersebut bertujuan untuk mengonsolidasi proses normalisasi dengan Israel sekaligus upaya mencapai normalisasi bagi masyarakat di wilayah tersebut. Membuat mereka melupakan Palestina, rakyatnya, permasalahannya, serta melindungi entitas perampas dari segala warisan bangsa dalam bayangan krisis global yang mematikan. Barangkali inilah alasan kehadiran maknawi para penguasa Bani Saud.

Konspirasi para penguasa terhadap umat belum dan tidak akan berhenti. Apapun yang terjadi tidak akan lepas dari konspirasi tersebut. Tujuannya tidak akan keluar dari kerangka pendukung, serta demi keberlangsungan hidup dan penjagaan entitas monster (Yahudi) tersebut. Juga sebagai upaya untuk mengintegrasikannya ke dalam wilayah dengan kesepakatan yang memaksa umat untuk menerimanya dan menormalisasikannya, sekalipun yang mereka utarakan adalah sebaliknya.

Bahkan, bisa jadi mereka telah mencapai kesepakatan yang diinginkan orang-orang Yahudi, yang membuat entitasnya mendorong pemerintah Biden untuk menyepakati perjanjian senjata besar dengan Mesir, yakni menjual jet tempur F-15.

Situs Axios pada Kamis (24/3/2022) mengabarkan bahwa upaya lobi Yahudi mengungkapkan dalamnya hubungan Israel dan Mesir beberapa tahun terakhir, serta upaya Tel Aviv untuk meningkatkan hubungan antara Washington dan Kairo.

Selasa (23/03/2022), UEA menyatakan bahwa pertemuan tersebut menegaskan kebijakan mereka tentang pentingnya kerja sama, koordinasi, dan konsultasi di panggung global yang sensitif ini; juga pentingnya meningkatkan kerja sama tersebut dalam menghadapi tantangan bersama, terutama visi UEA berdasarkan pada pemantapan stabilitas, serta menghindari konflik dan polarisasi. Dengan mengamati realisasi aspirasi pembangunan rakyat, UEA menyadari bahwa keamanan negara-negara kawasan itu saling berhubungan.

Selain itu, untuk menyatukan posisi dan visi terkait krisis yang disaksikan dunia, hanya UEA yang mampu membentengi kawasan dari kemunduran apa pun sebagai konsekuensi perubahan yang cepat. Pendekatan konsisten UEA terhadap tindakan kolektif untuk stabilitas kawasan juga berasal dari keyakinan penuhnya akan pentingnya kawasan kita bagi seluruh dunia, keamanan dan perdamaiannya, serta dampak stabilitas ekonomi dan kemakmuran globalnya yang luar biasa.

Memang benar, kerjasama dan koordinasi dengan musuh sekaligus perampok kekayaan umat tentu bukan agar mereka berhenti dari merampok kekayaan. Sebaliknya, mereka menyatakan peningkatan kerja sama ini adalah untuk menghadapi tantangan bersama, yaitu para pemberontak—tantangan nyata yang dihadapi Barat dan para antek penguasa.

Tentu saja, ketetapan apa pun yang diinginkan para penguasa lebih didasarkan untuk membelenggu rakyat dan mencegah kemungkinan pergerakan, serta menguburnya sejak awal atau menggagalkannya jika mereka tidak dapat mencegahnya.

Keamanan yang dimaksud tentu saja keamanan para penguasa, dan menjamin keberlangsungan rezim mereka yang memerintah negeri-negeri kita, dan memungkinkan Barat mengambil kekayaan kita. Sedangkan, persatuan visi adalah menyatukan berbagai upaya untuk menghadapi umat serta bekerja sama dalam menyingkap segala upaya pembebasan, menyingkirkan para penguasa, dan berlepas dari ketundukan terhadap Barat.

Tentu stabilitas kawasan seperti ini yang diinginkan dunia, sebagaimana dicontohkan negara-negara Barat penjajah. Keamanan dan perdamaian mereka terkait dengan keberlangsungan negara kita yang bergantung di bawah tekanan rezim kapitalis yang menjamin dan melindungi perampokan kekayaan umat di bawah sepengetahuan dan restu antek-antek penguasa.

Fakta membuktikan bahwa para penguasa ini bukanlah dari umat, melainkan malapetaka bagi umat. Para penguasa ini sejatinya adalah pelayan Barat yang memegang tali mereka, menjadi tembok pertahanan pertama mereka, dan kubah besi sebenarnya yang melindungi Israel dari kemarahan umat yang mengelilingi di segala sisi—yang bisa menerkamnya dengan tangan kosong. Seperti halnya pasukan yang sanggup menghapus Israel hingga keakarnya dalam hitungan jam jika benar-benar menyerahkan perintah kepadanya.

Berkumpulnya para penguasa dengan si perampok (Yahudi) pasti diikuti dengan bertambahnya konsekuensi tentang hak-hak negara perampok, serta upaya keras untuk mempertahankan, dan melanggengkan entitas monster ini yang tidak memiliki sumber kehidupan kecuali dengan mempertahankan sistem ini ketika keberadaannya mulai menghilang.

Mereka berharap, dengan mengingat kenyataan tersebut, mereka bisa masuk dalam barisan perjuangan umat yang menjadi pelopor pembebasan, baik dari mereka maupun Israel. Kerja sama mereka inilah yang diharapkan terus berlanjut dan bersifat transparan, yaitu untuk memerangi Islam dan berseteru dengan umat yang berambisi melepaskan diri dari belenggu ketergantungan pada Barat dan antek-anteknya.

Sebenarnya, yang dibutuhkan kawasan dan yang menjamin stabilitas, kemajuan, dan keamanannya dalam bentuk riil adalah perubahan fundamental dan komprehensif yang berbeda dengan sistem kapitalisme yang mengatur negara kita saat ini, serta mengembalikannya kepada sistem yang memerintahnya selama ratusan abad, tempat ia hidup dalam naungan terbaik pada masanya, tidak lain adalah sistem Khilafah. Pengembalian ini membutuhkan qiyadah fikriyyah (kepemimpinan berpikir) yang sesuai dengan peraturan yang terpancar dari akidah Islam sehingga hal ini menjadi fondasinya, dasar negara dan konstitusinya, serta segala hal yang ada di dalamnya.

Pertolongan tulus dari putra-putra umat yang setia dari golongan tentaralah yang akan mengembalikan sejarah kemenangan. Mereka berjanji setia, tidak berhenti, tidak pula undur diri dari hal itu. Mereka membangun negara yang mulia dan bermartabat, yaitu Khilafah rasyidah yang kedua yang tegak sesuai metode kenabian, memuliakan Islam dan penduduknya, serta menerapkan aturan-aturannya. Menjadikannya sebagai realitas praktis yang bisa dilihat umat manusia sehingga mereka masuk kedalam agama Allah secara berbondong-bondong. Semoga Allah mempercepat tegaknya, serta memuliakan Mesir dan tentara-tentaranya dengan pemeliharaan-Nya.

Diterjemahkan dari Surat Kabar Ar-Rayah edisi 384, terbit pada Rabu, 27 Syaban 1443 H/30 Maret 2022 M

Klik disini untuk mengakses sumber

Visits: 18

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram