Search
Close this search box.

Pemilihan Presiden Tunisia dan Pertempuran yang Menegangkan

Komisi Pemilihan Umum Tertinggi di Tunisia memutuskan untuk mencalonkan (lagi) presiden yang sedang menjabat, Kais Saied, serta dua kandidat lainnya, Zouhair Maghzaoui dan Ayachi Zammel, untuk  pemilihan presiden yang dijadwalkan pada 1 Oktober mendatang. Keputusan ini diambil setelah hari Senin (02-09-2024) lalu, ketika Komisi menolak untuk melaksanakan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara agar mengembalikan tiga kandidat terkemuka ke pemilu, yaitu Mondher Zenaidi (seorang menteri pada masa rezim pra-revolusi), Abdellatif Mekki, dan Imed Daimi (keduanya memiliki kedekatan dengan gerakan Ennahda). Ketiga kandidat tersebut pada awalnya dibatalkan pencalonannya oleh Komisi Pemilihan Umum karena tidak memenuhi syarat.

Keputusan ini muncul pada saat polisi menangkap kandidat presiden, Ayachi Zammel, karena mendorong pihak oposisi—yang dipimpin oleh Gerakan Ennahda—untuk mengecam keputusan yang mengecualikan para kandidat terkemuka dan mengintimidasi para kandidat lainnya, “Dalam upaya untuk memaksakan pemilu yang tidak demokratis, yang hasilnya sudah diketahui sebelumnya,” demikian menurut sebuah pernyataan dari Gerakan Ennahda pada Kamis (05-09-2024). 

Pada hari yang sama, puluhan profesor hukum terkemuka dan dekan fakultas hukum Tunisia memperingatkan dalam sebuah pernyataan, bahwa pemilihan presiden berisiko kehilangan legitimasi dan kredibilitasnya jika Komisi Pemilihan Umum tidak mengembalikan tiga kandidat ke dalam pemilu sebagai implementasi dari keputusan lembaga peradilan tertinggi yang mengadili perselisihan-perselisihan pemilu.

Keputusan ini diambil seminggu setelah Presiden Kais Saied menyerang lawan-lawannya dan menuduh mereka jatuh ke tangan asing, ketika dia mengawasi pelantikan anggota kabinet baru dalam perombakan kabinet terbesar sejak dia mengambil alih kekuasaan pada 25 Juli 2021.

Perlu dicatat bahwa perombakan ini berdampak pada Menteri Pertahanan Imed Memmich dan Menteri Pertanian Mayjen Abdel Moneim Belaati (yang merupakan Inspektur Jenderal angkatan bersenjata di Kementerian Pertahanan). Saied juga memindahkan penasihatnya, Jenderal Militer Mustapha Ferjani, dalam sebuah langkah yang digambarkan oleh beberapa pihak sebagai indikasi ketidakharmonisan hubungan antara Presiden Saied dan militer. Klaim itulah yang disebarkan oleh para oposisi, sehingga mereka bisa mengambil hati para tentara dan meminta mereka agar menentang ambisi presiden dalam mendominasi kekuasaan dan menyingkirkan setiap pesaing yang serius dalam pemilihan presiden.

Pidato Presiden Saied tentang perang pembebasan melawan para koruptor dan pihak asing telah mengungkapkan konflik internasional yang panas untuk mendapatkan pengaruh di Tunisia. Presiden Kais Saied menggulingkan agen-agen Inggris dan semua pilar yang mereka andalkan untuk mengendalikan negara tersebut dengan dukungan Prancis, setelah kunjungannya yang terkenal ke Tunisia pada (22-06-2020). Dukungan ini terus berlanjut selama kepentingan Prancis dipertahankan dan situasinya stabil.

Adapun kecaman Uni Eropa (Prancis dan Jerman) terhadap apa yang mereka anggap sebagai “tindakan anti-demokrasi” yang baru-baru ini dilakukan oleh pihak berwenang Tunisia—dengan menangkap seorang kandidat presiden dan tidak mengikutsertakan tiga kandidat lainnya—tentu menguntungkan Presiden Saied dan memperkuat narasi bahwa lawan-lawannya memiliki kaitan dengan pihak asing.

Tahun lalu, Uni Eropa menandatangani nota kesepahaman dengan Presiden Kais Saied untuk membangun kemitraan strategis dan komprehensif dalam pembangunan, energi terbarukan, dan memerangi migrasi yang tidak teratur, dengan imbalan paket bantuan yang signifikan. Kemitraan ini diperkuat oleh perjanjian yang ditandatangani pada bulan Juni 2024, untuk mendukung kemitraan dan program reformasi yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Adapun kabar terkait memburuknya hubungan antara Presiden Saied dan militer, tidak lain hanyalah perselisihan yang tidak disengaja antara dia dan Menteri Pertanian mengenai cara mengatasi masalah kelangkaan dan pemadaman air. Sementara para pemimpin militer lainnya, yang dipimpin oleh Kepala Intelijen Militer Jenderal Habib Al-Dhaif dan Kepala Staf Angkatan Darat Mayjen Muhammad Al-Ghoul masih berada di pihaknya. Sedangkan penasehatnya, Jenderal Mustapha Ferjani, dipromosikan ke pangkat militer tertinggi dan diangkat menjadi Menteri Kesehatan, serta ditugaskan untuk mengawasi proyek terpenting yang akan dipromosikan oleh Presiden Kais Saied, yaitu pendirian kota rumah sakit di Kairouan. Meskipun Presiden Saied berulang kali mengganti menteri, pejabat, dan kepala kementerian di dalam negeri, hal ini tidak pernah terjadi kepada para pimpinan senior militer hingga saat ini.

Hambatan yang sulit diatasi oleh Presiden Kais Saied terletak pada situasi ekonomi yang rapuh, akumulasi hutang yang membebani negara, dan keengganan pemberi pinjaman internasional untuk memberikan pinjaman kepada Tunisia agar dapat keluar dari kesulitan keuangan dan tekanan IMF. Meskipun Duta Besar AS, Joey Hood, sebelumnya membantah bahwa Amerikalah yang mendorong IMF untuk menarik pinjaman yang telah disepakati di tingkat ahli pada Oktober 2022.

Meskipun baru-baru ini Joey Hood menyangkal bahwa dirinya termasuk di antara para duta yang diundang oleh Menteri Luar Negeri atas permintaan Presiden Kais Saied untuk memprotes intervensi negara mereka dalam urusan dalam negeri Tunisia, hanya saja usaha Amerika untuk masuk lingkaran aktif Tunisia—agar bisa mendapatkan akses ke kalangan berpengaruh–dibuktikan oleh beberapa fakta yang ada. Adapun interaksi Amerika dengan beberapa politisi, pengusaha, influenser, dan aktifis masyarakat sipil telah mendorong Presiden Kais Saied untuk meluncurkan kampanye penangkapan yang menargetkan sebagian besar dari mereka selama satu tahun terakhir ini.

Tiga hari setelah pidato Saied tentang perang pembebasan melawan koruptor dan pihak asing, terdapat kunjungan Komandan AFRICOM, Jenderal Amerika, Michael Langley, ke Tunisia pada hari Rabu (28-08-2024) dan bertemu dengan Menteri Pertahanan yang baru, Khaled Al-Suhaili. Langley pun mengatakan bahwa Tunisia adalah negara terdepan di antara negara-negara Afrika yang memiliki hubungan kerja sama yang luar biasa dan bersejarah dengan Amerika. Langley juga mengatakan kesiapannya untuk mengembangkan lebih lanjut hubungan kerja sama tersebut, serta melakukan diversifikasi di berbagai bidang. Hal ini menegaskan semakin besarnya minat Amerika terhadap Tunisia; menegaskan bahwa bantuan militer yang beracun kepada tentara Tunisia tidak lain merupakan suap untuk mengikat Tunisia secara erat melalui kesepakatan keamanan dan militer yang menjadikan Tunisia sebagai pangkalan militer canggih bagi tentara Amerika.

Hal yang paling menarik dari semua ini adalah aksi boikot pemilu legislatif yang dilakukan sebagian besar rakyat Tunisia akhir-akhir ini, yang tingkat partisipasinya tidak melebihi 11%. Ini karena mereka menyadari bahwa sistem pemerintahan yang ada di negara kita, termasuk Tunisia tidaklah ada tanpa keputusan negara-negara Barat, hal ini sebagai jaminan bahwa negara dan rakyatnya akan tetap berada di bawah hegemoni Barat.

Presiden Kais Saied akan terus berpegang pada kekuasaan, lalu perjuangan yang sia-sia melawan musuhnya akan terus berlanjut hingga mereka dikejutkan oleh gerakan pembebasan yang nyata, gerakan yang akan memotong kaki tangan Barat dan menghapus jejaknya dari negara kita, untuk menjadikan tanah yang hijau ini (Tunisia) sebagai titik awal bagi urusan umat, yaitu Khilafah Rasyidah dengan metode kenabian. [RY/AE]

Diterjemahkan dari Surat Kabar Al-Rayah edisi 513, terbit pada Rabu, 15 Rabi’ul Awal 1446 H/18 September 2024

Oleh: Prof. Asaad Al-Ajili, Tunisia

Klik di sini untuk mengakses sumber

 

Visits: 10

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram