Search
Close this search box.

Naharayim (Baqoura) dan Tzofar (Ghumar), Kembalinya Wilayah atau Hilangnya Kedaulatan?


Oleh: Ustadz Abu Hamzah Al-Khathwani


Setelah berlalu 25 tahun sejak ditandatanganinya Perjanjian Damai di Arabah antara Yordania dan entitas Yahudi, dan berlalu satu tahun setelah Raja Yordania, Raja Abdullah II, mengumumkan pada bulan Oktober 2018, bahwa diberhentikannya dua wilayah Naharayim dan Tzofar sesuai dengan protokol perundang-undangan yang memberikan izin kepada Yordania untuk menghentikan pembaharuan sewa kedua wilayah tersebut kepada entitas Yahudi. Yordania secara resmi telah mengambil alih atas dua wilayah ini dan kembali berdaulat atasnya. Raja Abdullah pun telah melakukan kunjungan atas kedua wilayah serta menyampaikan pidato atas pembebasan dengan suka cita, serta mengumumkan bebasnya setiap jengkal dari tanah air.


Maka, bagaimana sejarah dari kedua wilayah Naharayim dan Tzofar ini? Apa urgensi dari mengambil alih kedua tanah tersebut? Juga apa keuntungan yang didapat oleh entitas Yahudi dari meninggalkan kedua tanah tersebut?
Sebelumnya entitas Yahudi telah mendominasi daerah Baqoura yang terletak di sisi timur Sungai Yordan, di dataran rendah wilayah utara yang luasnya mencapai 6000 dunum (1 dunum setara 1000 m²) setelah terjadi gempa pada tahun 1948, ketika wilayah Ghumar yang terletak di sisi timur Lembah Arabah (di selatan Yordania) yang luasnya mencapai 4000 dunum diduduki setelah kekalahan pada tahun 1967.

Penguasaan terhadap dua wilayah ini, yaitu Baqoura dan Ghumar, telah legal pada tahun 1994 setelah ditandatanganinya kesepakatan Lembah Arabah. Status khusus diberikan kepada kedua wilayah ini (Baqoura dan Ghumar), yang memberikan kesempatan bagi para petani Yahudi untuk mengeksploitasi (sawah-sawah pertanian) dengan kebebasan sebebas-bebasnya tanpa ada syarat apapun dari pihak Yordania selama 25 tahun dari tanggal tanda tangan kesepakatan.


Saat ini, masa perjanjian itu telah berakhir, dan telah selesai penyerahan kedua wilayah tersebut pada kekuasaan Yordania tanpa kendala apapun, yang mana hal itu di luar kebiasaan Yahudi yang suka mengulur-ulur pelaksanaan kesepakatan yang berkaitan dengan tanah-tanah yang diduduki.


Sungguh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, presiden entitas Yahudi dalam pidatonya telah menjelaskan perihal hubungan selubung (Yordania-Israel) di hadapan anggota parlemen Yahudi (Knesset) dalam rangka memperingati berakhirnya 25 tahun kesepakatan Lembah Arabah, “Kita (Israel) memiliki kepentingan yang jelas dengan adanya perjanjian damai dengan Yordania, yang merupakan wilayah negara Yordania yang berbatasan dengan kita, dan paling dekat jaraknya dengan Laut Tengah, dan kepentingan adanya kestabilan di Yordania dan Mesir itu jelas. Selain itu keduanya (Yordania dan Mesir) adalah dua negara yang menandatangani kesepakatan perdamaian. Maka keberlangsungan dua perjanjian tersebut merupakan suatu kemaslahatan yang jelas bagi kita (Israel), agar kita memiliki kekuatan dari kedua wilayah Mesir dan Yordania yang bisa mencegah pendudukan dari wilayah oleh kaum muslimin dari sisi manapun, dan saya tidak akan menjelaskan lebih jauh”.


Dari sini dapat kita simpulkan masalahnya. Menurut Netanyahu masalahnya bahkan lebih besar dari sekadar penyerahan dua wilayah Yordania. Masalahnya adalah ketakutan Israel terhadap jatuhnya dua negara Yordania dan Mesir, khususnya Yordania ke tangan kalangan Islamiyyun dan persiapan entitas Yahudi untuk ikut campur dalam melindungi kedua negera tersebut dari kejatuhan. Ini adalah kemaslahatan yang lebih besar dari kemaslahatan apapun. Netanyahu melihat urgensitas untuk melanjutkan dua perjanjian damai dengan Yordania dan Mesir, walaupun tidak didukung oleh kedua negara.


Netanyahu menghitung banyaknya hubungan yang terjalin dengan Yordania berkat kesepakatan Lembah Arabah dan menggambarkannya dengan bahwa kesepakatan itu adalah hubungan strategis yang mencakup keamanan, intelijen, air dan perdagangan. Ia mengatakan, “Kita membantu Raja Yordania melalui jalan-jalan rahasia yang saya tidak yakin dapat disebut secara rinci, dan hal ini termasuk unsur penting bagi keamanan kita”.


Seorang intelijen Yahudi, Eddie Cohen, dan dia merupakan bagian dari pihak pendiri institusi keamanan menafsirkan bahwa pembicaraan Benjamin Netanyahu secara umum memiliki target, yaitu, “Memperbaiki citra Sang Raja, dan bahwa masalah ini telah disepakati oleh kedua belah pihak dari kedua negara tersebut dan tidak akan mempengaruhi kita kalau Raja itu tampil akan tampak seolah dia adalah anak penakluk Al-Quds atau membebaskan Palestina seperti Shalahuddin. Yang demikian itu untuk menenangkan suasana yang terjadi di Yordania, mengokohkan kestabilan yang terancam akan meledak dengan ledakan yang sangat besar, dan terus berlangsungnya demonstrasi dan protes. Sungguh kita telah sepakat dengan Raja Abdullah atas perdamainan ini. Maka kemaslahatan kita sungguh sangat besar di segala sisi, dan Raja dalam keadaan yang tidak perlu dibenci. Kita mengembalikan dua wilayah itu setelah berakhirnya kesepakatan, dan sebagai kompensasinya kita memperoleh Yordania. Hubungan bilateral antara kita dengan Yordania menjadi lebih besar dari yang bisa kita bayangkan oleh akal”.


Inilah sebab sebenarnya (Yahudi) mengembalikan Baqoura dan Ghumar kepada Yordania, yaitu dominasi atas negara Yordania dan mengikat kuat masa depannya dengan masa depan entitas Yahudi, bukan sekadar pengendalian sepuluh ribu hektar saja.
Inggris membentuk entitas Yordania sebagai penjaga entitas Yahudi, dan pelindung eksistensinya. Pandangan Barat terhadap Yordania secara umum adalah sebagai kembaran entitas Yahudi, keduanya saling mendukung dan berkoordinasi satu sama lain dalam semua masalah sensitif, terutama dalam masalah keamanan, karena masalah ini mempengaruhi eksistensi keduanya.


Singkat kata, permasalahan yang terjadi terletak pada eksistensi etnis Yahudi di Palestina, dan bagaimana adanya penjagaan bagi etnis Yahudi ketika negara mereka berdiri di tengah-tengah wilayah Yordania, dan perjanjian damai yang diklaim di antara kedua negara (Israel-Yordania) memiliki pengaruh dan batas waktu.
Sehingga, perlu bagi kedua negara untuk konsisten pada perjanjian tersebut, karena hal ini berkaitan dengan hubungan bersejarah keduanya.

Dari sini, tibalah saatnya Baqoura dan Ghumar dikembalikan (pada Yordania), karena sebagai bentuk penegasan dari hubungan ini dan juga menciptakan stabilitas di Yordania. Khususnya setelah Yordania ditimpa kegoncangan akibat pengaruh Amerika dan terhentinya bantuan keuangan yang dialirkan Saudi pada mereka.


Karena itulah, entitas Yahudi khawatir terhadap goncangan masa depan mereka apabila mereka terlepas dari Yordania. Maka mereka berusaha menenangkan suasana dan mengembalikan kepercayaan terhadap peraturan yang ada sampai batas waktu tertentu. Yahudi pun memberikan kedua wilayah tersebut, sehingga opini umum yang muncul adalah bahwa Yordania beserta rajanya tetap berada dalam kondisi politik yang baik.


Pada hakikatnya, pembebasan wilayah tidak mungkin datang melalui negosiasi atau kesepakatan. Maka peperangan dan pertempuran adalah satu-satunya cara untuk membebaskan wilayah yang telah dirampas di belahan dunia mana pun. Sebelum pembebasan wilayah dilakukan, kemuliaaan dan kedaulatan harus dikembalikan. Namun, kedua hal tersebut tidak mungkin didapat kecuali melalui kekuatan umat yang hakiki, bukan dengan perjanjian negara.


Kekuatan ini harus didasarkan pada kekuatan ideologi yang diemban oleh orang-orang di Yordania dan di negara-negara Muslim lainnya, yang tidak lain adalah Islam. Maka hanya Islam saja yang dapat mengembalikan kedaulatan, kewibawaan, dan tanah jajahan.


Akan tetapi, supaya Islam menjadi pelaksana maka dibutuhkan negara dan otoritas. Oleh karena itu, daulah Islam harus terwujud, yaitu Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian; agar terlaksana perannya di seluruh penjuru dunia dalam mengemban dakwah Islam, merealisasikan kebenaran, memberikan keadilan bagi orang-orang terzalimi, membebaskan negeri-negeri serta budak-budak dari kekejian orang-orang zalim dan kezaliman para anteknya, serta menahan tangan-tangan para penjajah, dan memberantas keberadaan mereka di wilayah kepemilikan kaum muslimin.

Sumber : Surat Kabar Ar-Rayah, November.

https://bit.ly/35iLPME

http://www.alraiah.net

Visits: 7

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

2 Responses

  1. Saya baru mengetahui kewujudan web ini. MasyaAllah, satu usaha yang bagus dalam menggerak jiwa umat yang lena dengan mengambil tahu perihal siyasah daulah islamiyah yang lainnya. Semoga team web ini dirahmati Allah – dan kita semunya-. Tabik dari Azhari Malizi!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram