Search
Close this search box.

KTT Negev: Sebab dan Tujuannya

Oleh: Prof. Khalid Sa’id

Anggota Kantor Media Hizbut Tahrir Palestina

Diketuai Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, para menteri luar negeri empat negara Arab—yaitu Mesir, UEA, Maroko, dan Bahrain—bersama Israel menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Gurun Negev, selatan Palestina. Sebagian kalangan menganggap hal tersebut merupakan konferensi bersejarah, boleh jadi karena dianggap menyelisihi hukum alam dan fakta sejarah dalam hubungan antara pihak yang zalim dengan pihak terzalimi, antara penjajah dan yang terjajah.

Negara Israel⎯perampas Palestina⎯hukum asalnya adalah musuh yang harus dimusnahkan. Maka, status perang sebagai hubungan luar negeri dengannya merupakan hal yang normal. Sementara, rezim boneka di negeri-negeri kaum muslimin justru menjadikan Israel sebagai suatu institusi yang lumrah di tengah-tengah kita melalui perjanjian normalisasi. Mereka sampai di titik menjadikan Israel bagian dari aliansi keamanan dan sistem pertahanan, dengan dalih memerangi terorisme. Padahal faktanya merekalah pencetus terorisme itu, bukan yang lain.

Pertemuan di Gurun Negev tidak lain adalah puncak gunung es dari berbagai rencana yang dirancang oleh AS untuk memperkuat kekuasaan dan memaksakan hegemoninya di Timur Tengah. Rencana-rencana itu akan terungkap dalam beberapa hari mendatang. Adapun klaim mengenai ancaman Iran, baik yang terkait dengan program nuklirnya, atau ekspansinya di kawasan Arab melalui  pengaruhnya di Yaman, Irak, dan Libanon, hanyalah alasan untuk menutupi apa yang diinginkan oleh AS sebenarnya.

Rezim Iran—yang terikat dengan AS sejak pecahnya Revolusi Iran—selalu AS gunakan Iran sebagai boneka sawah untuk menakut-nakuti berbagai rezim, terutama di Negara-negara Teluk. Hal itu dia lakukan guna mencari legitimasi atas kehadiran militernya yang berjumlah besar di wilayah Teluk, dengan dalih melindungi rezim-rezim tersebut dari ancaman keamanan yang mereka hadapi. Padahal, AS-lah yang mengizinkan kekuatan Iran berkembang, sampai menjadi sumber gangguan dan pemerasan bahkan bagi Eropa. AS juga yang mengizinkan perluasan pengaruh Iran di kawasan itu untuk mendukung AS dalam perang, melayani kepentingannya, dan dalam mengejar tujuannya untuk memperluas kontrol dan pengaruh atas negeri-negeri kaum muslimin.

AS tidak akan bisa mengintervensi Afganistan dan Irak tanpa adanya bantuan dan kekuatan Iran. Begitu pula menjatuhkan otoritas Inggris di Yaman dan berlangsungnya konflik di sana hingga hari ini serta membebaskan dan mempertahankan rezim tirani di Suriah; semua hal ini atas bantuan Iran dan kaki tangan busuknya, yang sudah saatnya dikerdilkan. Maka, kampanye melawan Iran ini digaungkan untuk menyeimbangkan kembali kekuatan politik dunia dan menutupi tujuan nyata AS.

Uslub yang serupa digunakan AS saat ini untuk mempromosikan ilusi kepada rezim yang kini berkuasa di negeri-negeri kaum muslimin, dan memanfaatkan Iran sebagai musuh bersama negara-negara Arab dan Israel. Sehingga dengan ini AS berhasil mengantarkan negara-negara Arab untuk menandatangani pengkhianatan berupa perjanjian normalisasi dengan Israel karena mereka mengalami tekanan dari Iran, dan menilai bahwa ada kemaslahatan saat mereka melakukan pemulihan hubungan dengan Israel, dan perlunya melewatkan masalah Palestina untuk mencapai kepentingan yang lebih krusial dan lebih besar. Di lain sisi, melalui peristiwa ini AS berusaha memanfaatkan permusuhan Iran sebagai pintu masuk untuk membangun aliansi militer Arab sebagaimana NATO, dan Israel merupakan salah satu bagian darinya. Sebagaimana AS menggunakan NATO sebagai kekuatan ofensif di berbagai medan dengan dalih melindungi Eropa dari berbagai bentuk ancaman, ia pun akan menggunakan (NATO Arab-Yahudi) untuk mengamankan keperluannya akan kekuatan tempur di medan lainnya, serta menyelesaikan strateginya dalam perang proksi.

Melalui pandangan yang lebih mendalam, jelas bahwa negara-negara yang berdiri di berbagai wilayah kaum muslimin—yang termasuk di dalamnya Israel si perampas—tidak berpengaruh pada strategi AS dan visinya bagi kawasan itu. Maka, semuanya adalah negara boneka; yakni seluruh negara itu ada di dalam peta untuk melaksanakan kepentingan pekerjaan tertentu. Hal itu tampak dari tindakannya memecah-belah kaum muslimin ke dalam negara-negara buatan yang kecil dan batasan-batasan yang semu. AS juga merampas SDA wilayah mereka demi memenuhi kebutuhannya terhadap energi yang dapat menjalankan pabrik-pabrik dan alat perangnya.

Masalah terpenting dari semua hal tadi adalah dihalanginya umat Islam untuk kembali bersatu dalam sebuah Daulah Khilafah. Inilah tujuan utama di balik pergerakan negara adidaya di dunia. Sedangkan perkara lainya hanyalah rincian yang tidak perlu kita perhatikan ketika membaca peristiwa, pelaku, dan tujuan yang dimaksud.

Diterjemahkan dari surat kabar Al-Rayah edisi 385, terbit pada Rabu, 5 Ramadan 1443 H/6 April 2022 M

Klik disini untuk mengakses sumber

Visits: 19

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram