Search
Close this search box.

Krisis Melanda Entitas Yahudi: Mereka Lebih Rapuh dari Jaring Laba-Laba

Oleh: Dr. Ibrahim At-Tamimi

“Kita berada dalam krisis bersejarah yang mengancam kehancuran kita dalam. Di mana kita berada di salah satu momen tersulit yang pernah dialami Israel. Kita tahu dalam lubuk hati kita bahwa krisis ini membawa bahaya besar pada negara. Tentara Israel adalah tentara kita semua , merekalah yang melindungi kita. Oleh karena itu, tentara Israel sangatlah penting bagi kita. Kita sangat berharap tentara Israel tetap berada di luar diskusi politik.”

Dengan pernyataan di atas, Presiden Israel Isaac Herzog menggambarkan krisis yang menimpa entitas Yahudi internal. Isaac Herzog menyampaikan hal itu dalam pertemuan darurat yang dilaksanakan bersama seratus pemimpin otoritas entitas Yahudi lokal. Pernyataan tadi menunjukkan besarnya rasa takut yang dirasakan oleh para pemimpin entitas Yahudi, terhadap apa yang sedang terjadi di dalam negara mereka.

Isaac Herzog memberikan peringatan keras kepada para tentara, untuk mendorong mereka agar bersatu di bawah pimpinan Netanyahu; melakukan perlawanan di bawah pimpinan lawan Lapid dan rekan-rekannya; serta membicarakan jalan keluar atas krisis yang terjadi saat ini. Meski Herzog melakukan semua itu, tetapi apa yang ia lakukan justru membawa dampak yang berbahaya terhadap politik dan ekonomi.

Pernyataan tadi juga memiliki realitas politik. Realitas politik ini layaknya mimpi buruk yang mengancam persatuan entitas buatan, dimana diperkirakan tidak akan terjadi penyimpangan atau krisis di dalamnya. Krisis ini semakin parah, bahkan hampir melampaui batas gerakan institusi militer; menyebabkan kecacatan di berbagai bidang seperti jasa pelayanan, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi; mendorong terjadinya unjuk rasa pro-kontra, yang menandakan adanya konfrontasi di tingkatan masyarakat, atau menandakan pecahnya perang saudara. Secara alami, pernyataan tadi menunjukkan pada fakta bahwasanya posisi Herzog dan yang lainnya akan lenyap dari kursi kepemimpinan entitas Yahudi.

Berbagai protes yang belum pernah terjadi sebelumnya; juga pemberontakan yang terjadi pada institusi-institusi, semua itu merupakan krisis politik yang berdampak pada wilayah luar entitas, khususnya negara-negara sekutu yang besar dan sistem yang menaunginya. Sehingga pihak luar entitas berada di antara dua posisi, yaitu memenangkan nasib buruk mereka; atau berhati-hati terhadap dampak yang berbahaya—baik untuk sekarang ataupun masa depan—pemerintahan mereka saat ini.

Kita akan memperhatikan dengan saksama tentang realitas entitas Yahudi. Perlu ditekankan bahwasanya masalah entitas internal Yahudi, sang perampas bukan menjadi fokus kita di sini. Karena sudah jelas bahwa entitas Yahudi—dengan segala komponen dan rincian-rinciannya—adalah negara perampas, yang tidak bisa dilenyapkan kecuali dengan kekuatan militer yang akan menghabisinya.

Akan tetapi kita akan fokus membahas apa yang sedang terjadi, untuk menunjukkan kelemahan entitas ini. Sebagian orang mengatakan entitas Yahudi adalah negara yang kuat, padahal realitasnya hanyalah entitas yang rapuh di segala sisinya.

kesimpulan, untuk memahami apa yang sedang terjadi, kita dapat mengatakan bahwasanya di dalam entitas Yahudi terdapat perpecahan pada dua tingkat. Tingkat pertama adalah tingkat masyarakat. Di mana masyarakat terbagi menjadi dua kubu. Kubu pertama adalah kubu yang pro terhadap sayap kanan, yang terdiri dari partai-partai sayap kanan dan hak beragama (faksi politik sayap kanan kristen).

Kubu pertama kali melihat bahwasanya mereka merepresentasikan orientasi politik dan agama, bahkan yang berkaitan dengan nilai-nilai masyarakat Yahudi—yang menolak penyimpangan seksual, transgender, serta kerusakan total pada moral—.

Kubu yang kedua adalah kubu yang pro terhadap yang lain. Yaitu kubu yang mendukung gabungan antara sayap kanan, tengah, dan kiri, khususnya orang-orang liberal. Kubu kedua ini melihat bahwasanya mereka merepresentasikan orientasi politik, liberal, nilai-nilai demokrasi masyarakat, penyimpangan hak-hak, dan yang lainnya.

Kubu kedua juga melihat bahwa kubu pertama berkeinginan untuk mengubah negara dari demokrasi liberal menjadi kediktatoran agama—yang akan menyingkirkan kubu kedua—. Sedangkan kubu pertama memandang bahwa kubu kedua ingin mencegah proyek Yahudi di segala bidang; dan mencegah proyek pembangunan Kuil Solomon.

Dengan begitu, di tengah-tengah kita terdapat perpecahan pada tingkat masyarakat. Perpecahan ini akan tetap ada, bahkan akan terus meningkat dan meluas. Perpecahan itu ditandai dengan protes besar-besaran yang tidak hanya menyebutkan tentang amandemen sistem peradilan, tetapi juga pelanggaran tujuan kubu kanan.

Di sana terdapat juga perpecahan pada level politikus. Kubu menganggap bahwasanya tiba saatnya bagi mereka untuk menjalankan proyek-proyek atau rencana-rencana, yang merupakan salah satu mimpi entitas Yahudi di muka bumi ini.

Kubu tersebut memandang bahwa mereka adalah para pemegang kebijakan. Di mana mereka tidak membutuhkan lampu hijau dari pemerintah Amerika; tidak menguasai keinginannya saat ini—untuk menenangkan kawasan—; juga tidak perlu menjadikan visi politik Amerika sebagai pertimbangan untuk menyelesaikan konflik dan mengakhirinya. Hal ini sebagaimana permintaan oleh Ben Gvir, “Kita (Israel) bukanlah bintang tambahan di bendera Amerika.”

Ada pula kubu lain yang memandang bahwa kepentingan entitas Yahudi dapat dicapai dengan berjalan bersama Amerika, mengikuti politik Amerika, merayu hati Amerika, serta mengambil manfaat dari keinginan Amerika untuk mengakhiri konflik.

Dengan demikian, masyarakat terbagi atas diri mereka sendiri dan para politikus. Para politikus ini terbagi atas dasar kepentingan entitas, bagaimana cara merealisasikannya, sarana yang digunakan, juga waktu yang tepat. Dengan demikian, para politicus terbagi menjadi kubu yang bergerak berdasarkan doktrin Taurat; dan kubu yang bergerak berdasarkan arah Amerika.

Ini semua menunjukkan tingkat kelemahan dan pemulihan entitas Yahudi. Di mana di dalamnya tidak ada persatuan; dan tidak ada keselarasan dalam politik luar negerinya. Akan tetapi sebelum itu semua, entitas Yahudi sudah terikat dengan Amerika layaknya ikatan satu tubuh. Entitas Yahudi bukanlah entitas yang berdiri sendiri. Jika sesuatu yang menutupinya diangkat, maka ia akan jatuh dan berakhir. Karena itu, entitas Yahudi lebih lemah daripada jaring laba-laba.

Namun, terlepas dari kelemahan ini, tidak dapat dikatakan bahwa apa yang terjadi dapat mengancam kehancuran entitas itu sendiri. Karena konflik yang terjadi; gejala perpecahan yang muncul darinya; dan perpecahan yang dihasilkannya, masih terkendali dalam batas-batas tertentu selama entitas tidak dapat melampauinya.

Hal itu juga dikarenakan adanya kepentingan bersama di antara pihak Yahudi, Amerika, juga negara-negara besar beserta agen-agennya. Kepentingan itu menjadikan entitas Yahudi ini sebagai kanker keji yang menjalar ke tubuh umat. Misalnya, Amerika ingin mengendalikan Netanyahu dan lingkaran rencana. Hal itu diyakini akan menyulut konflik di wilayah tersebut, serta menimbulkan bahaya bagi kaum Yahudi itu sendiri.

Oleh karena itu, Amerika mendukung terjadinya protes juga partai-partai yang bertikai untuk melakukan penentangan—di mana hal ini akan mendorong gerakan-gerakan tersebut—. Dalam hal ini, sebenarnya Amerika tidak berpegang teguh pada demokrasi sebagaimana yang ia klaim. Amerika justru bersikeras untuk menggagalkan amandemen sistem peradilan. Sebab amendemen itu akan melindungi Netanyahu dari tuduhan-tuduhan buruk, dan ini akan berdampak pada politik di lapangan terkait dengan aneksasi dan Masjidilaqsa.

Ketika Netanyahu memutuskan untuk menarik rencana amandemennya, Amerika menyambutnya dan mengajukan negosiasi dengannya. Karena Amerika sadar bahwa tuntutan masyarakat untuk menggulingkan pemerintahan yang dipilih secara paksa, sering kali menyebabkan perang saudara atau krisis yang serius.

Dengan demikian, meski permainan ini sangat berisiko, namun tetap dalam kendali, dan tidak menimbulkan ancaman eksistensial bagi entitas Yahudi. Karena bagi mereka, yang akan tetap menjadi bahaya eksistensial yang sebenarnya adalah umat Islam beserta pasukannya, bukan apa yang terjadi dalam entitas tersebut.

Kesimpulannya adalah sebuah kesalahan, kelemahan, dan kepasrahan, ketika kita menunggu musuh jatuh dari dalam—meskipun dia sudah sangat lemah—. Namun, yang seharusnya dilakukan adalah menyadari titik kelemahan musuh dan menampakannya, untuk memotivasi umat Islam. Maka di sini, umat Islam diseru untuk bergerak demi menyelesaikan masalah dengan segala rinciannya; juga untuk memusnahkan entitas Yahudi, sampai tidak tersisa kecuali jejaknya saja.

Apa yang kita lihat sekarang mengingatkan kita pada firman Allah Swt., “Mereka tidak akan memerangi kamu (secara) bersama-sama, kecuali di negeri-negeri yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka bersatu padahal hati mereka pecah belah. Karena itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti.” (QS Al-Hasyr:14).

Apa yang kita rindukan dan serukan kepada umat dan tentaranya untuk dilakukan, itu juga terdapat dalam firman Allah Swt., ” Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menghinakan wajahmu lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidilaqsa). . , sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai.” (QS Al-Isra’:7). Kami memohon kepada Allah Swt. agar segera mewujudkannya. (NZ/AL)

Diterjemahkan dari Surat Kabar Al-Rayah edisi 437, terbit pada Rabu, 14 Ramadhan 1444 H/05 April 2023 M

Klik di sini untuk mengakses sumber

 

 

Visits: 8

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram