Search
Close this search box.

Inisiatif Sahel dan Kebijakan Maroko di Afrika adalah Bagian dari Strategi Kolonial Besar (Bagian Ketiga dan Terakhir)

Inisiatif terakhir yang diusulkan pemerintah pada November 2023 adalah “Inisiatif Maroko untuk Akses Negara-Negara Sahel ke Atlantik”, di mana rapat koordinasi mengenai hal tersebut telah dilaksanakan. Pada Desember 2023, perjanjian awal ditandatangani di Marrakesh dengan Burkina Faso, Mali, Niger, dan Chad. 

Tujuan yang dinyatakan dari inisiatif ini adalah untuk membangun infrastruktur berupa jalan, pelabuhan, dan kereta api di Maroko, sesuai dengan perintah Negara-Negara Sahel demi meningkatkan partisipasi mereka dalam perdagangan internasional.

Inisiatif ini tidak menyimpang dari konteks umum dan kerangka pembuatnya, yaitu strategi Inggris. Inisiatif ini muncul ketika wilayah Sahel sedang mengalami guncangan geostrategis yang sadis dan konflik antar kolonial yang hebat. 

Hal ini berakibat pada kemunduran dan kekalahan kolonialisme lama, yakni Prancis, untuk kemudian digantikan kolonialisme baru, yakni Amerika. Ditambah adanya retakan pada peta kolonial akibat dahsyatnya kejatuhan kolonial Prancis. Ini adalah sebuah keretakan yang berusaha diterobos Inggris agar dapat menyaingi Amerika dalam kolonial barunya. Pemerintah Maroko dalam konteks ini merupakan alat Inggris. 

Burkina Faso, Mali, dan Niger menyaksikan kudeta dan pergeseran wilayah kolonial yang menguntungkan Amerika dan merugikan Prancis, di mana Chad-lah yang menjadi arena perselisihan dan konflik ini. 

Inisiatif ini merupakan terobosan menuju lingkaran baru kolonialisme Amerika di Sahel, ia juga merupakan upaya penghubungan negara-negara tersebut dengan strategi kolonial Inggris.

Pada hakikatnya, inisiatif ini menargetkan Amerika, dan yang paling penting adalah bagian Atlantiknya. Karena gerbang Atlantik yang dituju adalah Amerika, khususnya dalam menjadikan antarmuka Atlantik di Maroko sebagai pintu masuknya ke Afrika, juga menghubungkan Negara-Negara Sahel yang tunduk padanya dengan gerbang ini. 

Inisiatif ini merupakan pengaitan antara kepentingan-kepentingan kapitalis Amerika di Maroko—yang mengharuskan terjaminnya stabilitas pemerintahan di dalamnya—dan jaminan otoritas kolonial Inggris di sana. Karena ini adalah bagian dari strategi kolonialis Inggris dalam mengamankan sebagian kepentingan Amerika, untuk mempertahankan pengaruh Inggris di wilayah jajahannya.

Maka, hal terpenting dalam inisiatif ini adalah lokasi geografis Gerbang Atlantik yang jauh di dalam ujung selatan gurun Kota Dakhla.

Pemilihan Dakhla yang berada jauh di dalam gurun sebagai pintu gerbang ke Atlantik melalui proyek pelabuhannya yang besar, dan zona logistik industrinya yang dirancang di atas lahan seluas 1650 hektar, hakikatnya berdasarkan pertimbangan geostrategis terkait masalah gurun pasir dan konflik kolonial di sekitarnya. Selain itu, desain situs di seberang Terusan Panama di sisi lain Atlantik pada hakikatnya adalah untuk menarik kapal-kapal komersial raksasa dan menghubungkan kapitalisme Amerika dengannya. 

Hal inilah yang akan menjelaskan latar belakang dari pengorganisasian forum oleh pihak berwenang dan kunjungan delegasi Amerika ke proyek Pelabuhan Atlantik Dakhla untuk mempelajari capaiannya.

Pemilihan geostrategis Dakhla sebagai pintu gerbang Atlantik merupakan sebuah investasi demi mendapat pengakuan pemerintahan Trump terhadap Sahara Maroko, dan kemudian menerapkan ketentuan yang harus diterima di Sahara, yakni dengan membangun pelabuhan global yang terhubung dengan perdagangan internasional, yang berarti secara internasional dapat membuatnya aman dari setiap ancaman. 

Dari sinilah letak strategi Inggris dalam menjinakkan ranjau yang ditanam Amerika sejak tahun 70-an (Front Polisario) di kawasan ini. Karena mengamankan Pelabuhan Dakhla di Atlantik berarti mengamankan Sahara, yang berarti adalah mengesampingkan Front Polisario dan mengisolasinya sebagai langkah awal untuk mengeliminasinya. Menghubungkan negara-negara yang berada dalam wilayah kolonialisme Amerika dengan gerbang Atlantik ini bermakna adanya penghubungan kepentingan-kepentingan kolonial Amerika dengan negara-negara tersebut, dan memaksakan sebuah ketentuan yang harus dilakukan oleh Front Polisario. 

Oleh karena itu, salah satu tujuan Inisiatif Sahel Atlantik adalah untuk menghentikan ancaman Front Polisario dan mengisolasinya secara politik. Ini dilakukan sebagai langkah awal untuk menghilangkan permasalahan Sahara dan melenyapkan kekuasaan Amerika di wilayah tersebut.

Mengenai ketegangan terkait situasi geostrategis penjajah antara pemerintah Maroko dan pemerintah di Aljazair,  maka hal ini dapat dijelaskan sebagai strategi penjajah Inggris di wilayah Maghreb Islami. 

Kebenaran politik harus dinyatakan, walaupun banyak orang tidak mengetahui bahwasanya garis strategi bagi Maroko dan Aljazair berada dalam strategi penjajah Inggris itu sendiri. Sehingga pemerintahan di Maroko dan Aljazair secara spesifik berotasi pada pusat penjajahan itu sendiri (Inggris).

Dialog strategi yang berlangsung antara Inggris-Maroko juga berlangsung antara Inggris-Aljazair. Akhir kunjungan berlangsung di London pada Kamis (16/11/2023), dipimpin oleh Menteri Inggris dan Menteri Luar Negeri Aljazair, Ahmad Attaf.

Oleh karena itu, perselisihan yang tampak di antara kedua penguasa tersebut bukan bersifat strategis, melainkan bersifat taktis dalam strategi tunggal untuk menangani masalah perbatasan padang pasir secara khusus. 

Tugas yang dipercayakan kepada pemerintah di Aljazair adalah melemahkan dan menerapkan strategi “containment” terhadap Front Polisario—objek Amerika di wilayah tersebut—. 

Salah satu rencana dari strategi “containment” yang telah dirancang adalah mengesampingkan dan mengisolasi Front Polisario dari konflik, dengan cara merubah konflik tersebut menjadi konflik antara Maroko dan Aljazair, untuk melumpuhkan objek file Amerika. 

Dalam situasi saat ini, dengan proyek-proyek besar yang berada di gurun pasir, pekerjaan yang sedang berlangsung di Dakhla Atlantik dan jalan raya; setiap ancaman militer terhadap proyek-proyek ini dianggap sebagai bencana geostrategis. Dalam rangka mencegah ancaman atau tindakan militer apa pun yang dilakukan oleh Polisario, ketegangan antara dua penguasa di Maroko dan Aljazair perlu ditingkatkan agar menghalangi jalan bagi Polisario untuk mengancam atau mengganggu proyek yang ada di gurun pasir, juga agar mencabut sumbu aksi militernya. Kemudian, di samping adanya ketegangan, terdapat perebutan pengaruh atas kepemimpinan regional antara dua penguasa untuk mengabdi pada penjajah beserta strategi kolonialnya yang tercela. 

Ini adalah kebijakan kolonial yang terkutuk dan tipu muslihat setan belaka. Entitas yang memiliki fungsi kolonial dan para penguasanya adalah para pelayan dan agen-agen setan. Harga yang harus dibayar karena kesialan perbuatan, kehinaan pekerjaan kolonial, dan tercelanya pengkhianatan mereka, diambil dari kepentingan umat. Persoalan-persoalan krusial, dari makanan pokok, jerih payah, kerja keras rakyat, kekayaan negara, dari agama, juga akhiratnya. 

Kebijakan pemerintah Maroko mengenai Afrika; berbagai proyeknya yang besar, mahal, dan melelahkan; serta infrastrukturnya yang sangat besar bertujuan untuk membantu kolonialisme dalam menjarah tanah air dan memiskinkan rakyatnya. Hari ini mereka memberikan itu semua kepada Afrika, tapi esok, kamilah yang harus membayar biayanya.

Ini adalah tentang rahasia dan misteri kebijakan kolonial yang terkutuk, yang tidak mungkin terealisasi tanpa benih berbahaya dari pohon pengkhianatan, kebijakan yang tidak ditaburkan dan ditanam di tanah Islam jika perisai dan pelindungnya, yaitu khalifah kaum muslimin—yang merupakan pembela nilai dan hukum mereka, pelindung anak-anak mereka, dan penakluk musuh mereka—tidak hilang. 

Menanam dan membudidayakan benih dan akar tanaman yang membahayakan, di mana ia memiliki kaitan dengan negara aktif yang mempengaruhi situasi internasional dengan kejahatan. Terlihat sangat jelas dalam pemahaman politik strategis bahwa mencabut dan memberantas akar dan benih jahat itu hanya dapat dicapai oleh negara aktif yang mempengaruhi situasi internasional dengan kebaikan. 

Cukuplah Khilafah Islamiyah yang agung menjadi bentuk aksi nyata dan pemberi pengaruh kebaikan. Dan cukuplah hadis Nabi, sang penunjuk, sebagai perkataan yang benar dan tegas: diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., “Sesungguhnya Imam adalah perisai, yang di belakangnya seseorang berperang, dan ia berlindung dengannya.[FR/AZ]

Ditulis oleh: Profesor Manaji Muhammad

Diterjemahkan dari Surat Kabar Al-Rayah edisi 483, terbit pada Rabu, 11 Syakban 1445 H/21 Februari 2024 M

Klik di sini untuk mengakses sumber

Visits: 6

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram