Search
Close this search box.

Haji: Syiar Persatuan yang Memberi Pelajaran pada Revolusioner Syam

Oleh: Prof. Munir Nashir

Allah Swt. telah mewajibkan kepada kita berbagai kewajiban. Kewajiban bukan hanya aktivitas ritual belaka yang harus ditunaikan, namun ia juga yang mengarahkan perilaku seorang muslim dan mengatur tindakannya. Rasulullah saw. berkata, “Barang siapa yang melaksanakan salat, lantas salat tersebut tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, maka salatnya tidak diterima.” (HR At-Thabari). Salat akan menjadikan seorang mukmin menahan diri dari kemungkaran. Ini juga berlaku untuk ibadah lainnya.

Karena kita masih berada dalam suasana haji, kita tidak boleh melupakan pelajaran serta ibrah yang bisa diambil dari ibadah haji. Kita harus memahami berbagai hal yang diwajibkan dalam Islam; juga menerapkan pelajaran yang didapat ke dalam realitas kehidupan. Khususnya berkenaan dengan apa yang telah Allah wajibkan, yaitu menolak kemungkaran juga mengubahnya; serta menggulingkan rezim kriminal sekuler. Selama dua belas tahun revolusi Syam berjalan, tidak terhitung kejahatan dan kekejian yang dilakukan oleh rezim kriminal.

Sebelum membahas lebih lanjut, kita harus ingat bahwa Allah Swt. bersumpah dengan menyebutkan sepuluh hari pertama bulan Zulhijah, sebagai hari dilaksanakannya ibadah haji. Allah Swt. juga bersumpah demi waktu fajar, waktu malam, serta demi bilangan genap dan ganjil. Semua ini untuk membuktikan kebenaran yang seringkali diabaikan oleh murjifun (orang-orang yang menyebarkan kabar bohong) yang takut pada penguasa zalim.

Setelah sumpah yang agung ini, Allah Swt. mendatangkan berbagai contoh penguasa yang paling zalim dan diktator; juga mengabarkan ciri-cirinya. Mereka adalah penguasa yang melakukan kezaliman di suatu negeri dan terus berbuat kerusakan. Allah Swt. memberitahu kita tentang akibat yang akan mereka peroleh. Allah akan menurunkan azab pada mereka, di antara mereka ada yang dibinasakan, dan ada pula yang ditenggelamkan.

Kemudian datanglah jawaban sumpah yang agung, “Sungguh, Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (QS Al-Fajr: 14). Allah Swt. mengawasi setiap penguasa yang zalim, tetapi Allah menangguhkan azab mereka. Hingga saat Allah akan memberikan azab-Nya, mereka benar-benar tidak terlepas darinya.

Dalam menghadapi orang-orang yang zalim dan pembuat kerusakan, kaum muslimin harus tetap menghiasi perbuatannya dengan ketundukan yang mutlak pada perintah Allah Swt.. Seorang mukmin tidak mempunyai pilihan untuk menerima ataupun menolak perintah Allah. Allah Swt. berfirman, “Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS Al-Ahzab: 36).

Inilah yang dilakukan oleh Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim as.. Dalam riwayat Ibnu Abbas ra. diceritakan bahwa Nabi Ibrahim as. datang bersama istri dan anaknya Ismail yang masih menyusu ke Makkah. Mereka tinggal di sisi pohon Dauhah, pada bagian atas sumur zam-zam dan Masjidilharam.

Pada saat itu di Makkah tidak seperti hari ini. Tidak ada seorang pun selain mereka juga tidak ada setetes air. Nabi Ibrahim as. meninggalkan istri dan anaknya di sana, dengan sekotak kurma dan sekantong air untuk bekal keduanya.

Saat Ibrahim mulai bergerak untuk pergi, Ummu Ismail mengikutinya dan berkata, “Akan kemanakah engkau Ibrahim, meninggalkan kami di tengah lembah yang tiada manusia di sekitarnya, bahkan tidak ada apa pun?” Ummu Ismail mengatakan hal itu berkali-kali, namun Ibrahim tidak kunjung menoleh ke arahnya. Sampai-sampai Ummu Ismail berkata, “Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk melakukan ini?” Ibrahim menjawab, “Benar.” Kemudian Ummu Ismail menjawab, “Baiklah, pasti Allah tidak akan menelantarkan kita.” Maka kembalilah Ummu Ismail pada tempatnya.

Inilah contoh ketundukan pada perintah Allah. Ketundukan pada Allah harus diiringi dengan keyakinan yang sempurna, yaitu bahwa saat kita menjalankan perintah Allah, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan kita. Bahkan kita akan mendapatkan perlindungan dari Allah Swt..

Bagaimana tidak? Segala sesuatu berada dalam genggaman-Nya. Segala perintah berasal dari-Nya, dan kepada-Nya kita bertawakal. Allah Swt. juga memerintahkan kita agar tidak tunduk pada orang-orang yang zalim. Hal itu mengharuskan kita untuk memutus keterikatan terhadap para pendukung, yang terbukti secara pasti berada dalam barisan rezim pembunuh dan zalim.

Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang mengatakan, “Apakah kekuatan kami cukup (untuk melawannya)?” “Bagaimana kami bisa menuntaskan revolusi?” Justru yang harus dilakukan adalah tunduk dan patuh pada perintah Allah dengan keyakinan bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan kita.

Bukankah dalam perkara penyembelihan terdapat pelajaran tentang kewajiban untuk taat sepenuhnya terhadap perintah Allah? Lihatlah bagaimana Nabi Ibrahim as. dan anaknya Ismail as., mereka tidak mengulur-ngulur waktu dalam menjalankan perintah Allah Swt..

Dikisahkan dalam Al-Qur’an, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai Anakku,sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'” (QS Ash-Shaffat: 102).

“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia, ‘Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu.’ Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shaffat: 103-107).

“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. (Yaitu) kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Ash-Shaffat: 108-110).

Inilah ganjaran bagi setiap orang yang berbuat baik. Ketika ia menjalankan perintah Allah dan istikamah di dalamnya, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan usahanya.

Adapun setan, ia memiliki beragam cara dan tipu daya. Orang-orang Suriah hanya perlu melemparinya dengan batu beserta peralatannya, sebagai wujud kepatuhan pada perintah Allah. Setan (yang dimaksud di sini) adalah karakteristik setiap makhluk yang menyimpang dari perintah Allah, baik dari golongan jin atau manusia. Begitu pula dalam syiar haji terdapat kewajiban melempar jamrah, dalam rangka meneladani amalan Nabi Ibrahim as. saat melaksanakan perintah Allah Swt..

Hal serupa juga harus dilakukan bagi siapa pun yang ingin menggulingkan rezim agar tunduk pada perintah Allah. Seorang muslim akan melempari setiap orang yang mengajaknya untuk memilih jalan yang berbelok; menumpahkan darah para syuhada; atau mengajaknya berdiri di persimpangan jalan. Semua ini adalah panggilan setan yang harus dihindari dengan cara memegang teguh hukum-hukum Allah.

Terakhir, bersatunya umat Islam pada satu wilayah untuk memenuhi panggilan Allah; melakukan sai dan tawaf yang sama; serta bertakbir dan bersorak mengucapkan, “La ilaha illallaah.” Mereka berkumpul dari seluruh penjuru dunia dan mengenakan pakaian yang sama. Tidak ada perbedaan antara yang hitam dengan yang putih; antara bangsa arab maupun bangsa asing. Inilah fenomena persatuan.

Hendaknya realitas ini disampaikan kepada rakyat Syam yang berusaha menggulingkan rezim, agar bangkit untuk memenuhi seruan agama; melindungi kehormatan; melaksanakan perintah Allah; serta berpegang teguh pada tali Allah. Hendaknya setiap dari mereka mengambil peran dan berkumpul untuk amalan yang Allah Swt. ridai.

Hendaknya mereka yakin bahwa Allah tidak akan mengecewakan hamba-Nya, sehingga mereka mengharapkan pertolongan dari-Nya. Karena Allah Swt. Maha Kuasa atas seluruh hamba-Nya. Allah Swt. berfirman, “Dan sungguh, Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka itu.” (QS Al-Hajj: 39). (NZ/AL)

Diterjemahkan dari Surat Kabar Al-Rayah edisi 450, terbit pada Rabu, 17 Zulhijah 1444 H/05 Juli 2023 M

Klik di sini untuk mengakses sumber 

 

 

Visits: 9

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram