Oleh: Ustaz Ahmad Al-Muhadzab
Setelah dilakukannya kudeta terhadap seorang penguasa zalim—dengan bantuan otoritas yang bengis—, sering kali kekacauan terjadi berlarut-larut. Sisa puing-puing rezim lama tampak di permukaan, di antaranya mereka yang tunduk pada titah dan bejatnya penguasa tersebut, yang kemudian ia paksakan pada seluruh lapisan masyarakatnya.
Kondisi semacam ini terlihat jelas di Libia, bahkan nyaris bisa dikatakan sebagai negara yang paling tampak jelas mengalami situasi tersebut. Saat ini, rezim sebelumnya berhasil mencengkeram sebagian besar sendi-sendi negara, bahkan termasuk pemerintahan. Sebagaimana diketahui, Menteri Kehakiman yang dulu berada di Komite Revolusi (aparat Gaddafi untuk mengalahkan lawan-lawannya), sama seperti Menteri Ekonomi yang juga bagian dari aparat Gaddafi di Pemerintah Persatuan Nasional (Government of National Unity).
Beberapa aparat Gaddafi lainnya pun bersekutu dengan Haftar. Di antaranya Menteri Luar Negeri kabinet Haftar yang berhubungan baik dengan pion-pion rezim Gaddafi, khususnya mereka yang teperdaya harta rampasan dari uang publik. Seperti Ahmad Qadzaf Ad-Dam di Kairo yang memperoleh uang sebanyak $25 miliar dari rampasan uang publik, sebagaimana pengakuannya sendiri pada tahun 2012, saat pertemuan dengan Ali Al-Sallabi yang diutus oleh pihak Mustafa Abdul Jalil.
Pengantar ini ditulis agar pembaca menyadari realitas yang ada saat ini di negeri Libia. Disebutkan dalam beberapa ulasan tentang peristiwa terkini:
Dewan Perwakilan Rakyat Thubruq mengeluarkan UU Pemilihan Presiden dan Parlemen pada Kamis (04/10/2021) tanpa merujuk Majelis Tinggi Negara, yang dibuat oleh Dokumen Skhirat. Padahal, parlemen diharuskan merujuk pada Majelis Tinggi Negara dalam musyawarah pengeluaran undang-undang yang berkaitan dengan pemilu.
Pada awal bulan, Parlemen Thubruq yang dipimpin oleh Aguila Saleh Issa mengeluarkan keputusan untuk menarik kepercayaannya dari pemerintahan Abdul Hamid Dbeibeh yang menggunakan tipuan kuorum dan jumlah pemilih dalam pemungutan suara dengan sangat curang. Partai-partai di Libia yang dipimpin oleh Partai Keadilan dan Pembangunan, Partai Front Keselamatan Nasional, dan Partai Perubahan mengeluarkan pernyataan yang mengecam keputusan Parlemen Thubruq.
Semua stasiun dan saluran televisi yang dianggap sebagai kekuatan gabungan di bagian barat Libia terus-menerus mengungkapkan kejahatan Haftar yang dilakukan oleh pasukannya dan milisi yang berafiliasi dengannya selama kurun waktu enam tahun. Mereka berlatih membunuh warga sipil, memutilasi mayat, mengubur orang hidup-hidup, dan menghancurkan serta membakar harta benda.
Dalam suasana politik yang tertutup ini, Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibeh menyiarkan kesesatannya untuk membanjiri perjuangan melawan Haftar dan Aguila Saleh. Ia mulai mempermainkan luka rakyat, memanfaatkan penderitaan dan tragedi mereka, demi melayani kepentingan majikannya.
Ia mengambil langkah memikat kalangan pemuda. Ia tetapkan hibah berupa uang kepada setiap pemuda dan pemudi yang menikah saat ini, yang diperuntukkan bagi keduanya sejumlah 40.000 dinar. Hal ini cukup mengundang harapan bagi banyak orang dalam menghadapi Haftar dan komplotannya. Selain itu, keputusan bertahun-tahun perihal pemberian pesangon bagi para pensiunan kategori 450 dinar, dinaikkan menjadi 900 dinar. Ia pun sepakat meningkatkan gaji bagi para guru. Dengan demikian, popularitasnya mengungguli kubu lainnya.
Melalui perkataannya, Dbeibeh telah mengumumkan perang terhadap Haftar dan Aguila Saleh. Ia membicarakan Haftar dengan mendeskripsikannya saja dan tanpa menyebutkan namanya. Dbeibeh berkata, “Bagaimana bisa kita berdamai dengan mereka yang membunuh warga sipil, mengubur manusia hidup-hidup, dan mendatangkan persenjataan dari tiap negara untuk menghabisi rakyat Libia? Bagaimana bisa kita berdamai dan berbaikan dengannya?”.
Ia juga berkata, “Tidak mungkin kita rela seorang penjajah sekaligus pembunuh menjadi pemimpin. Kita juga tidak mungkin bisa bekerja sama dengannya.” Dari sini, jelas sekali bahwa yang Dbeibeh maksud adalah Haftar.
Di sisi lain, Dbeibeh berhasil mendapatkan dukungan besar dari para pemuda negeri tersebut dengan kebijakan ekonomi yang diambilnya. Ia sukses menandatangani banyak program yang sudah dirancang sebelumnya, baik yang sudah disepakati ataupun yang masih dibekukan di berbagai naskah yang belum terealisasikan oleh beberapa kementerian sebelumnya.
Ia pun berhasil menyelesaikan masalah listrik yang ternyata sengaja dibuat-buat di dalam negeri untuk menambah tekanan dan keputusasaan rakyat dari kemungkinan adanya solusi. Hal ini dipraktikkan oleh Deep State di struktur kenegaraan dan kementerian.
Dari sudut pandang situasi internal, kondisi Libia lebih mengkhawatirkan daripada rezim sebelumnya. Hal itu karena Dbeibeh tidak menawarkan segala fasilitas, hadiah, dan pesangon untuk kemaslahatan rakyat Libia, melainkan untuk memenangkan hati mereka dan membeli suara mereka agar dapat memenangkan pemilu. Faktanya, dia terus meloloskan kebijakan kafir penjajah Barat untuk memperluas kendali atas Libia dan menjarah kekayaan dan kekuasaannya, yang berarti bahwa langkah-langkah ini adalah bagian dari rantai konflik internasional atas Libia.
Adapun dari sudut pandang posisi internasional Libia, setelah Prancis diusir dan tidak memiliki pengaruh kuat sebelumnya, AS mulai mendukung diadakannya pemilu. Dalam sebagian besar pernyataannya, Dubes Amerika bersikeras agar pemilu diadakan tepat waktu pada 24 Desember mendatang. Seperti yang dilansir di surat kabar daring Observer, “AS menyatakan harapannya bahwa Komite Militer Gabungan 5+5 akan mencapai kemajuan dalam masalah militer dan keamanan yang berkaitan dengan Libia.”
Meskipun Liga Arab tidak memiliki otoritas dalam percaturan Libia, akan tetapi untuk memahami konteks umum dalam prospek tersebut, mereka menyambut baik hasil pertemuan gabungan Komite Militer 5+5, yaitu “Memutuskan rencana untuk mengeluarkan semua tentara bayaran dan pejuang asing dari Libia secara bertahap dan seimbang.”
Sedangkan posisi Turki, sebagaimana tutur Ketua Parlemen Turki, Mustafa Shinto, “Kami menegaskan dukungan untuk mengadakan pemilu di Libia pada tanggal yang dijadwalkan, tepatnya pada 24 Desember.”
Dbeibeh juga tiba di Qatar pada hari Rabu untuk mengadakan pembicaraan tentang masalah Libia, menyerukan Qatar untuk berpartisipasi dalam konferensi yang akan diadakan pada akhir bulan ini dengan judul “Stabilitas Libia”.
Parlemen Thubruq mengeluarkan keputusan yang mengubah tanggal pemilihan presiden menjadi 24 Desember, yang kemudian dilanjut dengan pemilihan parlemen sebulan kemudian. Keputusan ini diambil demi Haftar. Jika dia menang, dia bisa bermain di pemilihan parlemen setelahnya. Sedangkan jika dia tidak menang, dia kembali ke kepemimpinan pasukan tentaranya. Tapi setelah pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri AS, Menteri Luar Negeri Italia memperingatkan bahaya besar yang akan terjadi jika dia gagal di pemilu Libia.
Melalui fakta-fakta di atas, kita tahu bahwa AS sedang mendesak diadakannya pemilu parlemen dan presiden. Tidak lain, ia ingin agar agen-agennya dapat langgeng berkuasa. Jika hal itu terealisasikan, maka ia akan memperoleh kepentingannya. Jika tidak, maka ia akan sulut kembali pion-pion Haftar yang masih mungkin digerakkan.
Tampaknya, AS secara khusus memikat Abdul Hamid Dbeibeh. Abdul Hamid pergi ke Mesir, mengadakan dialog bersama Sisi, dan menandatangani protokol serta perjanjian ekonomi yang memungkinkan rakyat Mesir untuk mengimplementasikan banyak proyek di Libia. Dia juga pergi ke Turki dan membicarakan tentang proyek yang mereka laksanakan sebelum tahun 2011, serta pembicaraan tentang perusahaan Turki yang mulai kembali ke wilayah Libia.
Aktivitas Abdul Hamid Dbeibeh yang terus-menerus ini menjamin dirinya mendapat dukungan secara regional dan internasional. Dialah yang paling mendekati kemenangan pemilu nanti.
Semua hal tadi tampak jelas. Hanya saja, hal berbahaya yang mulai diremehkan adalah membuka jalan kepada masyarakat untuk meminjam dari bank berbunga dengan alasan mendukung industri dan proyek-proyek swasta di dalam negeri, yang mana bergantung pada pinjaman dari bank atau bank swasta berbunga. Dengan demikian, mereka dianggap memerangi Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt. berfirman dalam Kitab-Nya, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” Karena riba merupakan salah satu pintu besar kemaksiatan.
Kesimpulannya, tidak ada solusi untuk masalah Libia—sama seperti negeri-negeri kaum muslimin lainnya—, kecuali dengan mencabutnya dari taring kolonial kafir Barat dan menundukkannya pada aturan Allah Swt. di bawah naungan Khilafah Rasyidah kedua yang sesuai manhaj kenabian. Negaralah yang akan mengurusi urusan rakyat dengan hanya mengharap rida Allah Swt., bukan untuk memikat mereka demi kepentingan kolonial kafir Barat. Kami memohon kepada Allah untuk menegakkan negara yang benar untuk kami.
Diterjemahkan dari Surat Kabar Ar-Rayah edisi 361, terbit pada Rabu, 14 Rabiulawal 1443 H/20 Oktober 2021 M
Klik di sini untuk mengakses sumber
Visits: 0