Oleh: Prof. Abdel Qader Abdel Rahman (Anggota Divisi Komunikasi Pusat Hizbut Tahrir di Sudan)
Gerakan itu menentang rezim penyelamatan. Tuntutan mereka adalah memperbaiki kondisi hidup, kesulitan keuangan, serta kondisi kesehatan dan pendidikan yang menurun. Gerakan tersebut terus berlanjut hingga berhasil menjatuhkan Bashir. Namun, pandangan, pemikiran, dan kebijakan yang membebani rakyat dan menghancurkan negara masih ada eksistensinya.
Rakyat mengira bahwa hilangnya simbol-simbol rezim berarti akhir dari rezim yang zalim. Nyatanya yang terjadi adalah bergantinya orang-orang yang lebih korup dan buruk dibandingkan orang-orang korup lainnya. Komite keamanan rezim sebelumnya—yang merupakan mitra pemerintahan transisi—adalah agen-agen Amerika. Adapun mitra sipil mereka dan beberapa kelompok bersenjata adalah agen-agen Inggris.
Para pegawai Bank Dunia dan IMF juga demikian. Keduanya telah menerapkan semua “resep” yang merusak, yang diberlakukan oleh Bank Dunia dan IMF. Di mana keduanya mengakibatkan kondisi ekonomi sepenuhnya lumpuh. Mata uang jatuh, inflasi meningkat secara mengkhawatirkan, bahkan menakutkan, yang berdampak buruk pada kehidupan rakyat. Resesi dan stagnasi pun menjadi situasi yang lumrah di pasar Sudan.
Kondisi ini akhirnya menyebabkan larinya sejumlah besar pedagang dari pasar. Dengan hadirnya Bank Dunia dan IMF, muncul utang yang tidak dapat mereka lunasi. Bahkan, beberapa terpaksa meninggalkan negara karena takut akan tuntutan hukum yang pasti berujung penjara.
Jadi, apa yang dimaksud dengan resesi ekonomi? Singkatnya, resesi ekonomi berarti kondisi produksi yang berlimpah, tetapi daya beli melemah. Pasar penuh dengan apa pun yang orang-orang butuhkan, tetapi mereka tidak ada uang untuk mendapatkan kebutuhan mereka dari pasar ini.
Perlu dicatat bahwa resesi telah menyebabkan stabilitas harga. Beberapa harga bahkan jatuh meskipun ada peningkatan nilai bea cukai, pajak, biaya produksi, biaya layanan, dan kenaikan nilai tukar mata uang asing. Ditambah penurunan tajam nilai tukar mata uang lokal.
—
Adapun penyebab terjadinya resesi dapat diringkas sebagai berikut.
Pertama, kenaikan bea cukai yang merupakan salah satu penyebab resesi pada sistem sebelumnya, juga Kementerian Keuangan yang masih menaikkan harga BBM untuk meningkatkan inflasi, tingkat pengangguran, dan resesi.
Kedua, melimpahnya pajak dan retribusi dalam berbagai sebutannya, seperti pajak umum, pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan pribadi, berbagai pungutan daerah, dan sebagainya. Seluruhnya turut menambah kompleksitas permasalahan.
Ketiga, kenaikan harga bahan bakar yang menyebabkan peningkatan deportasi, yang pada gilirannya menyebabkan kelumpuhan di sektor transportasi, komunikasi lokal, dan perjalanan. Saat ini, ada protes luas akibat ketidakmampuan para pemilik armada bus untuk membayar premi yang dikenakan pada mereka.
Keempat, krisis air dan listrik, serta kenaikan tagihan keduanya.
Kelima, mata uang lokal yang terus-terusan menurun. Surat kabar Al-Rakouba melaporkan bahwa pernyataan kamar dagang importir mengatakan, “Beberapa pemilik pabrik bermigrasi ke luar negeri karena kerugian yang mereka derita.”
Keenam, meningkatnya dolar pabean dari 445 menjadi 564 pound. Hal ini memicu gelombang ketidakpuasan di kalangan importir dan pedagang.
Tidak anyal, resesi besar ini pun tecermin dalam kehidupan masyarakat dan berimbas pada banyak hal.
Pertama, sebanyak 70% pabrik-pabrik tutup. Diumumkan baru-baru ini oleh Federasi Kamar Industri bahwa 5.940 pabrik dari total 7.350 pabrik berhenti beroperasi karena biaya produksi yang tinggi, adanya kenaikan biaya layanan dan bea cukai, serta kurangnya devisa. Sebanyak 1.410 pabrik yang tersisa diperkirakan juga akan berhenti Jika keadaan tidak kunjung membaik.
Kedua, situs Smart News menyebutkan soal tutupnya toko-toko saat Ramadan karena resesi, meskipun harga stabil dan beberapa memberikan diskon besar-besaran, tetapi tidak ada daya beli. Jaringan Berita Al-Hurra juga melaporkan bahwa 700 petani di daerah Rahad Raya diancam dengan surat perintah penangkapan dari Bank Pertanian karena kebangkrutan mereka pada musim sebelumnya.
Ketiga, keresahan dan penutupan total pasar di beberapa daerah, termasuk Sannar, El-Obeid, Tambul, dan Al-Qadarif, sebagai protes atas banyaknya pajak dan retribusi.
Keempat, munculnya geng-geng yang menjarah dan membunuh dengan alasan sepele demi mendapatkan uang dari kaum lemah, dengan tidak adanya andil lembaga negara sama sekali.
—
Kesimpulannya, semua penyebab resesi ekonomi yang dahsyat dan merupakan akibat dari penerapan aturan kapitalisme yang rakus, sebenarnya adalah buah dari pelanggaran terhadap syariat-Nya.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang berzina.” Terhadap seorang wanita yang berzina itu, Rasulullah saw. memerintahkannya untuk dirajam, maka mereka pun melemparinya. Ia (Khalid bin Walid) melempari kepalanya dengan batu. Darah pun menetes dari wajahnya, ia pun mengutuknya. Kemudian, Nabi saw. mendengar Khalid mengutuknya dan berkata, “Tunggu, Khalid, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ia telah bertobat sehingga jika seorang pemilik yang miskin bertobat, ia akan diampuni.” Kemudian beliau pun memerintahkannya untuk berdoa dan memakamkannya.
Cukai diambil pada masa awal jahiliah, kemudian Rasulullah saw. datang dan mengatasi masalah tersebut dengan melarang mengambil uang secara tidak sah dari rakyat. Adapun ketidaktahuan modern yang kita jalani sekarang, telah melipatgandakan pajak secara eksponensial, dan menambah penderitaan rakyat.
Hidup pun menjadi neraka yang tidak tertahankan, menyebabkan kegelisahan dan ketidakpuasan rakyat, bahkan di negara-negara Barat sekalipun yang memiliki peradaban yang sama. Mereka pun ternyata juga merindukan sosok yang bisa menyelamatkan mereka.
Hal ini hanya bisa dilakukan dengan langkah-langkah serius dari umat Muhammad saw., yakni dengan mendirikan Khilafah berdasarkan metode kenabian. Khilafah akan mengangkat penderitaan dari pundak umat dan melarang untuk mengambil uang haram ini dari individu sampai mereka bisa menghasilkan dan menjalani kehidupan selayaknya manusia.
Apabila seseorang tidak memiliki uang, akan diberikan dari baitulmal. Negara pun akan meminjamkan kepada rakyat agar mereka dapat merebut kembali tanah yang belum dikelola. Sebab terkait tanah yang belum dikelola ini, The American Golden Sachs Corporation menempatkan Sudan di urutan pertama dalam daftar negara yang memiliki tanah pertanian yang belum terkelola.
Negara dalam Islam adalah negara kesejahteraan, bukan negara perserikatan. Wajib bagi kami dan seluruh putra umat untuk menghubungkan malam kami dengan siang kami untuk mendeklarasikannya sebagai Khilafah dengan metode kenabian, yang menerapkan syariat Islam dan mengatasi semua masalah akibat penerapan kapitalisme. Ini semua agar umat kembali ke masa sebelumnya dan bisa menjalankan tugasnya, yaitu membawa Islam sebagai risalah petunjuk dan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.[]
Diterjemahkan dari Surat Kabar Al-Rayah edisi 438, terbit pada Rabu, 21 Ramadan 1444 H/12 April 2023 M
Klik di sini untuk mengakses sumber
Visits: 10