Search
Close this search box.

Kerusakan Peradaban Kapitalisme dan Dekatnya Kehancurannya (Bagian Satu)

Oleh: Al-Sarisi Al-Maqdisi

Dari hasil menelaah dan membaca studi-studi sejarah, tampak rangkaian kebangkitan dan jatuhnya peradaban-peradaban besar. Fakta ini menarik perhatian kalangan akademisi yang bijaksana, para politisi, juga gerakan-gerakan perubahan sosial-politik yang merupakan sebab dan syarat naik dan turunnya peradaban-peradaban besar ini. Makalah ini akan fokus pada peradaban (hadharah) Kapitalisme Barat, membahas kebangkitannya, bidang-bidang kehancurannya, dan faktor-faktor keruntuhannya dengan mengandalkan pemahaman mengenai fakta hadharah dan studi sejarah, sebagai upaya untuk mengungkap ‘hukum’ atau ketentuan-ketentuan runtuhnya hadharah dan kelahiran (hadharah) lain.


Ide dasar yang menjadi sebab lahirnya makalah ini adalah bahwa kehancuran atau penggantian hadharah (Kapitalisme ini) akan terjadi jika telah jelas bagi masyarakat mengenai kerusakan atau kegagalan sistemnya dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan masyarakat. Ada 3 pilihan untuk mengganti hadharah ini:

  1. Para pengemban hadharah yang rusak ini (Kapitalisme) memperbaiki dan mereformasi hadharah mereka dari hakikatnya.
  2. Secara sukarela membangun hadharah lain selain Kapitalisme yang lebih banyak maslahatnya untuk hidup mereka.
  3. Memastikan hadharah lain (yang sudah berdiri) yang memiliki kekuatan di luar negeri mereka, lalu mereka melihat kemaslahatannya dan mengambilnya.
    Makalah ini berusaha menjelaskan bahwasanya kerusakan hadharah Kapitalisme adalah perkara yang telah diakui bahkan oleh pengembannya. Tapi dengan kerusakannya, hadharah Kapitalisme tidak akan jatuh dengan sendirinya, melainkan harus diganti dengan hadharah lain. Karena, jika tidak dengan (cara) mengembangkan hadharah (Kapitalisme) ini oleh pengembannya –dan ini tidak mungkin terjadi, atau dengan (cara) pengemban Kapitalisme mengadopsi hadharah yang lebih agung dari Kapitalisme, seperti Islam –dan ini tidak mungkin dilontarkan kepada mereka, atau dengan (cara) mendorong dan menjatuhkan hadharah lain –dan itu tidak ada saat ini. Oleh karena itu, maka tidak ada jalan keluar bagi seluruh dunia dari kerusakan Kapitalisme dan keburukan-keburukannya kecuali dengan menentangnya, dan tidak ada kandidat untuk itu kecuali umat Islam, sesuai dengan sunnatullah yang berlaku pada umat-umat sebelumnya, dan kerusakannya akan berakhir dengan menetapkan Daulah Islam atas hadharah mereka secara sukarela maupun terpaksa.

1. Dari Segi Sejarah


Telah hancur hadharah Kristen Eropa, hadharah (yang berdiri) di abad pertengahan, selama abad ke-16 Masehi dan setelahnya, dan orang-orang Eropa menggantinya dengan hadharah yang baru, yaitu hadharah Kapitalisme Sekularisme yang memisahkan agama mereka, Nasrani, dari kehidupan. Lalu hadharah baru Kapitalisme ini pun menjadi hadharah Eropa, setelah pertentangan yang pahit dan mengerikan di antara para pemikir, filsuf dan ilmuwan di Eropa, menyentakkan perpindahan hadharah yang damai di Inggris dengan para kaisar, raja dan gereja, sampai tercipta di antara mereka hadharah baru yang mengubah hidup mereka dari akar secara menyeluruh. (Hadharah Kapitalisme) membangkitkan mereka secara pemikiran dan secara hadharah.

Akan tetapi setelah penerapan ideologi baru Kapitalisme di Eropa, terbukalah aib, bentuk asli dan buruknya pemecahan problematika dalam seluruh aspek kehidupan. Bertambah pula tantangan-tantangan dalam kelas atau gaya hidup. Naiklah pandangan dan pengakuan di tengah-tengah masyarakat, para pemikir dan politisi Eropa bahwa sesungguhnya sistem Kapitalisme zalim dan tidak manusiawi, menjadi objek yang serakah dan tidak berperikemanusiaan. Kapitalisme hanya meninggikan nilai keuntungan material dan egois, dan mengkomodifikasi (dari komoditas) setiap hubungan dan setiap nilai secara material. Maka terjadilah banyak pemberontakan dan protes melawan sistem yang zalim ini, yang berdiri dengan berpihak pada para pengemban Kapitalisme dan para sekutu mereka. Mereka mencuri kekuasaan negara untuk melayani kemaslahatan para pembesar kapitalis dan sekutu-sekutu mereka dengan ‘kelas-kelas’, untuk menjamin keuntungan-keuntungan mereka tanpa belas kasih. Segolongan fakir miskin adalah hasil dari perpolitikan pasar Kapitalisme yang mereka kira bahwa Kapitalisme akan diterapkan dengan adil dalam mendistribusikan kekayaan.

Ini adalah kerusakan yang jelas dalam Kapitalisme dengan perannya yang menyebabkan sekelompok dari filsuf dan pemikir di Eropa –sekali lagi– untuk mempertimbangkan ulang kebuntuan hadharah ini, dan kebutuhan untuk mengganti hadharah ini dengan hadharah yang lebih baik dan adil daripada hadharah yang rusak ini. Muncullah pandangan-pandangan Sosialisme yang berbeda-beda, dan yang paling tampak di antaranya adalah Komunisme yang dicetuskan oleh Karl Marx. Adapun deklarasi faktual akan rusaknya hadharah Kapitalisme yaitu dengan berdirinya negara yang mengemban hadharah Komunisme yang bertentangan dengan Kapitalisme, dalam menyatukan Uni Soviet di bawah kepemimpinan Lenin bersamaan dengan berakhirnya Perang Dunia I pada tahun 1917 M. Pecahlah konflik antara dua hadharah, hampir saja hadharah Komunisme menumbangkan Kapitalisme. Dimana ia bertindak sebagai hadharah pengganti secara praktik, dengan didirikannya Komunisme atas ide keadilan sosial dan tanggung jawab terhadap yang lain. Konflik ini diserukan dengan lepasnya bintang hadharah Kapitalisme, lalu kehancurannya.

2. Antara Kerusakan Hadharah dan Kehancurannya


Dengan tetapnya kerusakan pemikiran hadharah Kapitalisme di Eropa –dalam praktiknya– sejak pertengahan abad 19, kemudian jelas kehancurannya secara nyata dengan bergabungnya ia dengan kekuatan negara-negara di Kamp Timur dan hadharah Komunisme bersamaan dengan berakhirnya Perang Dunia II, tapi hadharah ini selamat dari kehancuran, dengan menciptakan Eropa Baru ‘Negara Internasional’ yang membawa panji hadharah Kapitalisme, yaitu Amerika Serikat; dimana ia berdiri dengan standar politik dan militer Eropa, mengakhiri penyerbuan hadharah Komunisme terhadapnya. Amerikalah yang menyelamatkan atau mencegah hancurnya hadharah ini dalam praktiknya.

Di sisi lain, penerapan ideologi Komunisme dalam masyarakat-masyarakat yang mengadopsi hadharah Komunisme telah menyebabkan penurunan dalam menghasilkan pemikiran dan materi, keterbelakangan ekonomi, terjadinya politik yang diktator dan represif, juga kezaliman yang sangat kepada masyarakat. Kemudian hadharah ini gagal dalam penerapan praktisnya di hadapan berbagai tantangan dalam dan luar negeri. Dengan mempertahankan hadharah dan politik di antara sistem yang diatur hadharah Kapitalisme dan Komunisme selama rentang waktu perang dingin, memperjelas standar hadharah Kapitalisme yang dipimpin oleh Amerika. Tak lama kemudian hadharah Komunisme dan umat-umat yang berdiri di atasnya hancur pada akhir tahun 80-an dari abad 20. Kapitalisme adalah satu-satunya yang memerangi kekejian ideologi Komunisme ini dan kegagalannya yang bergema di hadapan masyarakat ini.


Hizbut Tahrir berkata dalam buku ‘Membantah Sosialime Marxisme’ halaman 101 yang berbunyi: “Eropa Timur, pada saat Sosialisme Marxisme menghantuinya, justru kembali kepada pemikiran Kapitalisme dan mengikuti sistem liberalisme (kebebasan), dan ini bukan bentuk pelanggaran terhadap hukum alam atau ‘ketentuan-ketetuan sosial’, dan sesungguhnya dia setuju dengan kenyataan bahwa setiap orang berjalan dalam hidupnya sesuai dengan pemikiran yang dimilikinya. Rusia yang sampai saat ini masih berjalan dengan Komunisme Marxisme, ia takut akan dikembalikan padanya pemikiran Kapitalisme. Pemikiran tersebut (Kapitalisme dan Komunisme) berbenturan dan bertentangan seperti besi dan api; karena ia mempercayai bahwa jika menganut pemikiran Kapitalisme di Rusia yang sewenang-wenang maka tidak diragukan lagi bahwa sistem Komunisme Marxisme akan terusir, dan sistem Kapitalisme akan menggantikan tempatnya.” Hizbut Tahrir menulis perkataan ini pada tahun 1963 M, dengan pandangannya yang unik, tajam dan cemerlang terhadap fakta, yaitu satu dekade sebelum runtuhnya hadharah Komunisme; karena ini adalah sunnatullah dalam hadharah-hadharah dan masyarakat-masyarakat, dan sunnatullah tidak akan tertukar atau berubah.

3. Apakah Hancurnya Hadharah Komunisme Merupakan Bukti Kebenaran Kapitalisme?


Pengemban hadharah Kapitalisme merasakan euforia bersamaan dengan hancurnya hadharah Komunisme. Maka berdirilah di antara mereka para pemikir, seperti ‘Fukuyama’ di Amerika yang mengumumkan akhir sejarah (Komunisme) dan kemenangan hadharah orang berkulit putih (Kapitalisme); dimana ia mengira bahwa hadharah ini telah mencapai nilai perkembangan yang ‘progresif’. Ia menjadi representasi percobaan manusia dalam sistem pemerintahan demokratis dan ekonomi pasar bebas, dan menjadi bagian wajib untuk akhir perkembangan setiap bangsa dan hadharah lainnya.

Akan tetapi, apakah benar kesimpulan bahwasanya kegagalan hadharah Komunisme dan keruntuhannya berarti bahwa kita harus membenarkan kehebatan hadharah Kapitalisme dengan tabiat Amerika, untuk menjadi hadharah tertinggi bagi manusia, sebagaimana yang telah disangka oleh Fukuyama?

4. Apakah Kapitalisme Hadharah yang Benar Atau Rusak?


Sesungguhnya setiap orang berjalan dalam kehidupan sesuai dengan pemikiran yang mereka miliki. Hadharah menghasilkan pemikiran-pemikiran ini sebagaimana hadharah tersebut menerapkan sistem yang terpancar darinya, maka muncullah thariqah tertentu dalam kehidupan. Jika pemikiran-pemikiran ini diubah, maka berubah juga sistem dan hadharahnya.

Dengan begitu, hadharah adalah kumpulan pemahaman tentang kehidupan, dan dia berdiri atas tiga perkara yaitu: pemikiran dasar, gambaran tentang kehidupan, dan makna kebahagiaan. Benar atau rusaknya hadharah ini berdiri atas tiga rukun ini. Maka penilaian mengenai kebenaran atau rusaknya perkara ini harus dinilai dari segi pandangan kemanusiaan secara menyeluruh.


Adapun pemikiran dasar atau sudut pandang yang dianut oleh hadharah Kapitalisme adalah pemisahan agama dari kehidupan. Ini merupakan akidah Sekularisme Kapitalisme yang rusak secara hakikatnya; karena ia tidak memuaskan akal dan tidak sesuai dengan fitrah manusia, juga tidak dapat memecahkan uqdatul kubra manusia dengan pemecahan yang benar. Uqdatul kubra ini yang menaungi, mengikuti dan membuat gelisah individu, masyarakat dan umat-umat yang hidup di bawah sistem Kapitalisme. (Akidah Sekularisme ini) menjauhkan mereka dari kebahagiaan yang mereka tuntut.

Adapun gambaran kehidupan, falsafah yang dianut Kapitalisme adalah kehidupan dan perbuatan manusia di dalamnya ditambah tujuan dan nilai yang memelihara realisasinya ketika mengerjakan aktivitas. Hadharah Barat menganggap bahwa gambaran kehidupan berdiri atas manfaat. Ia tidak mengenal apapun dalam kehidupan kecuali dengan nilai materi belaka. Seluruh nilai yang lahir dari moral (akhlak), kemanusiaan dan kerohanian (ruhiyah) tidak memiliki pengaruh dalam hadharah mereka. Maka akhlak seperti apapun yang di dalamnya terkandung manfaat dianggap benar bagi mereka. Sama saja apakah itu jujur atau dusta, curang atau amanah, inilah yang disebut dengan ‘pragmatisme’. Maka semua pemikiran di sisi mereka dianggap benar jika ia memiliki manfaat saja dan tidak dilihat dengan standar kebenaran atas kesesuaiannya terhadap fakta dan hakikat.


Adapun hakikat kebahagiaan bagi Kapitalisme adalah dengan pemberian kenikmatan/kepuasan jasadi bagi seorang manusia dengan ukuran sebesar-besarnya. Wasilah untuk mencapai kadar terbesar dari kesenangan ini sama dengan pengendalian harta dan capaian terhadap keuntungan materi dengan perantara apapun yang memungkinkan; karena tujuan mereka adalah menghalalkan wasilah (yang mereka tempuh).


Sesungguhnya hadharah Barat dengan pandangannya tentang manfaat sebagai dasar kehidupan, menyebabkan kesengsaraan manusia dan hilangnya ketenangan. Oleh karena itu, wajar jika ia menafikan akhlak yang mulia serta nilainya dari kehidupan, sebagaimana nilai ruhiyah juga dinafikan. Ia tumbuh di tengah-tengah individu dan sekumpulan krisis kerohanian, dan mendirikan kehidupan atas dasar persaingan dan egoisme, permusuhan dan penjajahan. Semua krisis yang berlalu dengannya pada hari ini adalah hasil dari penerapan hukum hadharah Kapitalisme di dunia. Tidak diragukan lagi bahwa ini merupakan hasil yang berbahaya atas kebahagiaan manusia.

Sesungguhnya dunia pada hari ini –dalam pemikirannya tentang hidup– adalah rendah dan tidak maju, resah dan tidak tenang. Keberadaan pemikiran yang tidak memiliki tanggung jawab adalah perkara yang sangat berbahaya bagi kehidupan dan menghantarkan pada penderitaan manusia. Oleh karena itu, pemikiran yang egois dan tidak bertanggung jawab ini harus dimusnahkan, dan pewujudan pemikiran terhadap kehidupan yang dapat menggantikan posisinya harus diupayakan. Dimana tanggung jawab terhadap yang lain merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan, dan merealisasikan kehidupan yang maju dan memuaskan bagi seluruh manusia.


Sesungguhnya hadharah yang benar dan yang diinginkan haruslah berdiri di atas sekumpulan pemahaman tentang kehidupan yang terpancar darinya ideologi yang benar, yang dapat menyelesaikan urusan manusia dengan bentuk yang benar dan seimbang. Ia tidak berpihak pada nilai atas perhitungan nilai lainnya atau sebuah sisi dengan sisi yang lain. Hakikat kebahagiaan manusia (dilihat) dari segi selalu adanya ketenangan, dan dengan aqidah aqliyyah-lah uqdatul kubra dapat diselesaikan dengan penyelesaian yang benar. Kemudian dari sisi sistem peraturan, ia memastikan kehidupan yang mulia untuk manusia.


Pertanyaan yang dihadapkan kepada pengemban hadharah Kapitalisme ini dan para teoretikusnya –untuk bahan perdebatan, bukti dan diskusi– adalah: apakah hadharah dan sistem kalian, Kapitalisme, dapat merealisasikan ketenangan bagi kalian? Pertama. Lalu untuk orang-orang selain kalian? Kedua. Atau malah mengakibatkan kesengsaraan bagi kalian dan orang-orang lain?

5. Sebab-sebab Kehancuran Masyarakat dan Hadharah


Untuk menjawab inti persoalan yang sulit ini, harus dibedakan dulu antara hancurnya hadharah dan hancurnya negara. Hancurnya negara memiliki banyak penyebab yang berbeda dengan hancurnya hadharah. Ia memiliki sebab khususnya sendiri. Kekuatan militer yang superior bisa saja melumpuhkan atau menghancurkan negara manapun, akan tetapi ia tidak mampu menghancurkan hadharahnya, karena hadharah tersebut akan segera bangkit kembali jika (hadharah tersebut) tetap kokoh dalam pemahaman masyarakatnya. Oleh karena itu kita harus mengidentifikasi sebab-sebab dan ketentuan-ketentuan yang mengakibatkan pada runtuhnya hadharah dan negara. Yang menyebabkan keruntuhan ini adalah berubahnya keteraturan kaidah kausalitas universal. Maka, lebih tepat menggunakan analisis terhadap kaidah kausalitas untuk menjelaskan penyebab runtuhnya negara, kemudian kita akan terapkan analisa tersebut terhadap runtuhnya hadharah, lalu kita dapat memprediksi akhir dari hadharah Kapitalisme.


Sesungguhnya hadharah, negara dan bangsa merupakan entitas manusia atau masyarakat. Masyarakat merupakan kaidah kausalitas yang masing-masing terdiri dari bagian-bagian dan hubungan-hubungan di antara bagian-bagian tersebut. Adapun bagian masyarakat disebut dengan individu, dan pengikat (di antara mereka) adalah pemikiran, perasaan dan peraturan.
Maka, apa yang menjadikan suatu peraturan (menjadi) tentu dan tetap, atau menjadikannya tidak tetap dan harus mengalami perubahan?


Sesungguhnya kaidah kausalitas sesuai tabiatnya ia cenderung pada ketetapan dan menentang perubahan. Ini merupakan sebuah dasar dari asas dan hal-hal yang alamiah. Oleh karena itu masyarakat merupakan kaidah kausalitas, ia berusaha untuk menjaga peraturan yang telah ditetapkan dan menghalangi adanya perubahan. Sedangkan sebuah perubahan –biasanya– terjadi karena adanya sebab-sebab yang mengubahnya.


Sesungguhnya setiap umat atau masyarakat berjalan dalam hidup mereka sesuai dengan pemikiran yang mereka miliki dan menerapkan peraturan yang terpancar darinya. Maka ketetapan yang ada dalam suatu masyarakat manusia datang dari hubungan-hubungan kemasyarakatan, yaitu pemikiran, perasaan dan peraturan. Jika masyarakat mengubah pemikiran ini, maka berubah pula peraturan dan hadharahnya. Yang mengubah pemikiran dalam masyarakat adalah perubahan mereka terhadap pemikiran baru dengan pemikiran yang mereka miliki. Proses pergantian pemikiran masyarakat terjadi dalam tiga kondisi:


Pertama: ketika telah jelas kerusakan hadharah mereka atau kegagalan peraturan mereka dalam menyelesaikan permasalahan kemasyarakatan, maka mereka akan mereformasi hadharah ini dari hakikatnya. Kedua: membangun hadharah lain yang lebih banyak manfaatnya terhadap hidup mereka secara sukarela. Ketiga: memastikan hadharah lain (yang sudah berdiri) yang memiliki kekuatan di luar negeri mereka, lalu mereka melihat kemaslahatannya dan mengambilnya.


Adapun kondisi pertama yang menyebabkan adanya dorongan internal untuk mengganti hadharah, datang dari dua sebab: rusaknya pemikiran dan gagalnya peraturan. Adapun rusaknya pemikiran masyarakat terjadi ketika telah jelas bagi para pemikir dan ilmuwan tidak adanya kebenaran dalam pemikiran yang masyarakat berdiri di atasnya. Maka mereka akan melakukan reformasi hadharah mengikuti pemikiran baru mereka, sebagaimana yang terjadi di Eropa ketika munculnya Kapitalisme pada abad pertengahan dan yang telah disebutkan di atas.


Adapun kegagalan peraturan masyarakat terjadi karena tidak adanya hakikat kebahagiaan yang diinginkan, dan merealisasikannya dengan dua perkara, yaitu: perasaan manusia dengan keadilan sistem yang diterapkan atas mereka, dan dengan kemampuan sistem untuk mendistribusi dan memuaskan kebutuhan dasar setiap individu dan masyarakat; oleh karena itu sesungguhnya peraturan kemasyarakatan hancur dalam dua kondisi:


Pertama: ketika sistem peraturan gagal dalam mengurusi urusan manusia karena kelemahannya dalam mendistribusikan kebutuhan pokok.


Kedua: ketika manusia merasa sistem telah berbuat kezaliman yang sangat, atau tidak adanya nilai keadilan di dalamnya.
Adapun kondisi kedua yang mengakibatkan hancurnya sistem, maka ia kehilangan kemampuan sistem atau kelemahannya dalam mengurusi urusan masyarakat, terjadi karena buruknya distribusi harta kekayaan dalam masyarakat dengan adil dan adanya permasalahan dan kekacauan ekonomi, politik dan sosial yang kritis. Juga dengan gagalnya sistem dalam menyelesaikan (seluruh)nya dimana ia sampai pada kondisi sulit atau krisis yang mencekik, dari apa-apa yang mengakibatkan sampainya alasan keharusan untuk mengubah sistem atau revolusi sistem tersebut. Inilah yang terjadi di Eropa pada abad ke-19 dan yang diturunkannya tahta kepemimpinan dengan kemunculan ideologi dan hadharah baru yaitu hadharah Komunisme.


Adapun kondisi ketiga adalah gentingnya kezaliman yang sangat dan tidak adanya nilai keadilan di dalamnya, itu dikarenakan keadilan sistem menurut pandangan penguasa harus disandarkan kepada tiga perkara: pensyariatan keadilan sebagaimana nilai yang diterima di sisi manuisa, keridhaan masyarakat dan kekuatan militer yang menjaga penerapan sistem yang adil. Jika keadilan hilang, salah satu dari standar-standar ini, atau seluruhnya, maka hubungan-hubungan kemasyarakatan akan hancur secara maknawi, kemudian diikuti dengan kehancuran hakiki pada masyarakat.


Adapun kondisi ketiga adalah dahsyatnya kezaliman sistem dan tidak adnya nilai keadilan di dalamnya, itu dikarenakan keadilan sistem menurut pandangan penguasa harus disandarkan kepada tiga hal: penerapan keadilan sesuai nilai yang dapat diterima manusia, keridhaan masyarakat dan kekuatan militer yang menjaga penerapan sistem yang adil. Jika hilang salah satu dari standar-standar ini maupun seluruhnya, maka hubungan-hubungan kemasyarakatan akan hancur secara maknawi, kemudian diikuti dengan kehancuran hakiki pada masyarakat.


Adapun nilai keadilan ia bergantung pada keyakinan masyarakat terhadap legalitas undang-undang yang diterapkan atas mereka yang lahir dari ide dasar yang membangun peradaban. Apabila legalitas ini hilang, maka runtuhlah nilai maknawi dari keadilan dalam pandangan masyarakat dan mengakibatkan pada putusnya ikatan perasaan antara masyarakat dan sistem. Keridhaan dan penerimaan masyarakat terhadap sistem dan penguasa ada pada negara yang ‘alami’ (daulah thabi’iyyah), (yaitu) ketika umat menjadi pemilik kekuasaan secara nyata. Oleh karena itu ia menjadi standar alami bagi sistem. Ketika masyarakat merasakan gentingnya mengganti sistem, akan menghasilkan tanggapan alami dari sistem karena ia adalah bagian dari umat.


Adapun di negara-negara ‘buatan’ (daulah mushthana’ah ghairu thabi’iyyah) ketika ia mencapai perpecahan di antara sistem dan masyarakat, para penguasa sistem kembali menggunakan kekuatan paksa untuk mewajibkan peraturan atas masyarakat dengan kekuatan militer. Persis seperti yang terjadi di mayoritas negara-negara kaum muslimin saat ini. Akan tetapi sunnatullah akan selalu menang. Termasuk sunnatullah dalam masyarakat bahwa umat adalah pemilik kedaulatan. Memang saat ini para penguasa sistem yang memegang kekuasaan, tapi ini tidak akan berlangsung lama, mereka pasti akan menemui kehancuran.


Contoh terdekat mengenai hal ini adalah sistem peraturan Suriah, yaitu sistem gerilya yang menghilangkan syariat. Ia zalim dan diktator terhadap hak rakyatnya. Dimana yang menerapkan hukum adalah sekelompok kecil penguasa. Mereka melompati ketua Partai Kebangkitan Sekularisme dan mencuri kedaulatan umat. Revolusi penduduk Syam yang menentang mereka terjadi secara alami dan dapat diprediksi. Jika para pemuka sistem ini dan para sekutunya mengira bahwa mereka telah memadamkan revolusi dengan kekuatan senjata, besi dan api, maka sesungguhnya kekuasaan mereka menuju kehancuran dengan kehendak Allah Ta’ala. Karena keberadaan mereka dalam kekuasaan bertentangan dengan ketentuan sejarah. Ini adalah perkara yang nyata pasti terjadi, dalam jangka waktu panjang maupun pendek.


Syekh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah berkata dalam selebaran yang bersejarah pada 27/2/1974 M: “Pendirian negara apapun, dalam jamaah apapun, ada hukum-hukum (yang berlaku) baginya, dan ia akan diterima oleh jamaah yaitu yang paling kuat di dalamnya terhadap pemahaman, standar dan penerimaan yang di atasnya negara didirikan, dan pemahaman dan standar yang tidak diterima (dari pemikiran dan standar tadi) maka tidak mungkin negara berdiri di atasnya meskipun para penguasa mendominasinya dan kekuasaan berpindah ke tangan para pemilik kekuatan. Maka dasar dari pendirian negara adalah penerimaan masyarakat atau sekelompok pemilik kekuatan terhadap pemahaman-pemahaman, standar dan penerimaan.

Maka langkah pertama adalah pemahaman, standar dan penerimaan. Ini adalah sunnah (ketentuan) sosial, juga merupakan ketentuan kekuasaan. Hukum-hukum ini dapat disaksikan dan dilihat. Maka percobaan untuk mengabaikan (hukum-hukum ini) dan mengambil kekuasaan dengan kekuatan dan penaklukan tidak akan mungkin mewujudkan sebuah negara, meskipun memungkinkan adanya para penguasa sampai waktu yang tidak ditentukan.”
Oleh karena itu, hancurnya sebuah negara adalah karena sebab-sebab tertentu, dan jika sebuah negara hancur, ia tidak kembali melainkan tumbuh sebuah negara baru di tempatnya. Adapun hadharah yang maknanya adalah sekumpulan pemahaman tentang kehidupan, maka ia mungkin untuk kembali sampai setelah kepergiannya, jika ia diterima oleh sekolompok manusia di masyarakat manapun, lalu mereka menerapkannya. Telah dihapus hadharah dan negara Indian Kulit Merah di Amerika dengan perbuatan hadharah Kapitalisme; akan tetapi hadharah Islam terus ada sampai setelah hancurnya Daulah Abbasiyyah di tangan Tatar pada tahun 1258 M dan (Daulah Abbasiyyah) bisa bertahan dan menang.

6. Ketentuan-ketentuan yang Pasti Terhadap Masyarakat Manusia


Sesungguhnya kehancuran yang pasti terhadap negara-negara berjalan sesuai sunnahnya dan sebab-sebab khusus dalam masyarakat. Kita harus mencari petunjuk ke dalam Quran lalu kemudian sejarah untuk menyimpulkan dari keduanya perbuatan dan ketentuan yang mengatur dan mendominasi dalam gerakan negara-negara dan hadharah-hadharah. Dan haruslah merencanakannya, karena ketentuan ketuhanan (sunan rabbaniyyah) berbeda dengan hukum alam, ia fleksibel dalam penentuan waktunya; oleh karena itu telah terjadi hasil-hasilnya cepat maupun lambat, akan tetapi ia tidak akan menyalahi.


Al-Quran Al-Karim telah menyebutkan kepada kita sunnah-sunnah yang telah Allah Ta’ala tetapkan, dan menjadikan realisasinya adalah kepastian sejarah-sejarah masyarakat manusia itu sendiri. Tanpa campur tangan mereka seperti sunnah perbedaan dan keberagaman, supaya memakmurkan bumi dan orang-orang baik tetap ada untuk perbedaan manusiawi. Akan tetapi ada sunnah dari jenis yang lain, yaitu ketentuan sebab-akibat atau ketentuan perubahan, yang berarti bahwa bagi sebagian perbuatan ada hasil dan akibat tertentu. Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Faathir ayat 43, “Mereka hanyalah menunggu (berlakunya) ketentuan kepada orang-orang yang terdahulu. Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan bagi Allah, dan tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu.”


Dan sunnah pertama yang ingin kami perkenalkan di bagian awal adalah bahwa setiap umat memiliki ajal, kemudian berakhir seperti matinya seseorang. Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-A’raaf ayat 34, “Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.”
Hadharah dan umat Quraisy misalnya, telah berakhir dan datang ajalnya dengan fathu Makkah yang Rasulullah SAW lakukan. Akan tetapi para penduduk Makkah sebagai individu tidak mati akan tetapi mereka berpindah kepada hadharah Islam.


Adapun dari aspek studi sejarah yang terjadi, maka akan kita temukan bahwa setiap negara memiliki akhir yang tak terhindarkan yaitu lenyap. Ini adalah ketentuan yang berlalu dalam sejarah setiap negara dan umat. Akan tetapi ketentuan ini tidak berlaku pada satu umat, yaitu umat Islam. Karena Allah SWT berjanji untuk menjaga agama ini. Dan ini menghendaki penjagaan orang-orang yang mendirikannya. Oleh karena itu, umat dan hadharah ini akan tetap berdiri sampai tenggelamnya matahari di ufuknya. Dialah umat yang tidak tunduk pada sunnah ini. Akan tetapi bukan berarti (umat Islam) tidak memerlukan Daulah Islam.


Di antara sunnah-sunnah Allah adalah pertentangan antara yang benar dan yang rusak untuk mencegah kesewenang-wenangan di bumi manapun. Allah Ta’ala berfirman, “Dan kalau Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas seluruh alam.” (Q.S Al-Baqarah: 251)


Sunnatullah juga berotasi/berputar, Allah berfirman, “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).” (Q.S Ali Imran: 140) Maka, ada perputaran masa, yaitu kemenangan atau kekalahan di antara negara dan masyarakat, supaya para pemeluk Islam melihat dalam aspek-aspek kegagalan mereka untuk memperbaiki arah hidup mereka.


Adapun sunnah-sunnah sebab-akibat perubahan dari bagian kedua adalah seperti sunnah yang didiktekan kepada pengemban kebatilan, maka Allah tidak menghukum orang-orang yang bermaksiat secara langsung, melainkan dengan mengakhirkan dan menangguhkan mereka sampai kerusakan dan kezaliman mereka membutakan diri mereka sendiri. Kemudian mereka meninggikan harta dan kefasikan mereka, maka benarlah firman Allah atas mereka, “Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu).” (Q.S Al-Isra: 16)

Ada juga sunnah kemenangan dan kekalahan bagi orang-orang mukmin, yang merupakan sunnah yang disyaratkan dengan pertolongan mereka terhadap (agama) Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.S Muhammad: 7)Maka, mungkin saja para pengemban kebenaran dan keadilan adalah orang-orang yang lemah, akan tetapi sunnatullah akan memberi mereka pertolongan, dan Allah akan mengangkat kelemahan mereka dan menolong mereka. Allah Ta’ala berfirman secara langsung sebelum ayat yang telah disebut sebelumnya, “..Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-Baqarah: 249)

Di antara ketentuan-ketentuan tersebut, ada ketentuan diwariskannya bumi kepada orang-orang shalih dan bertakwa setelah dihancurkan oleh para perusak. Allah Ta’ala berfirman, “Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S Al-Qasas: 83)


Maka kerusakan takdirnya akan berakhir kemudian Allah akan mewariskan bumi pada orang-orang shalih yang melakukan perbaikan. Allah Ta’ala berfirman, “Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Adz-Dzikr (Lauh Mahfuzh), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih. Sungguh, (apa yang disebutkan) di dalam (Al-Quran) ini, benar-benar menjadi petunjuk (yang lengkap) bagi orang-orang yang menyembah (Allah).” (Q.S Al-Anbiya: 105-106)


(Bersambung ke bagian kedua..)


(Telah diterjemahkan dari makalah aslinya yang berjudul ‘Fasad Al-Hadharah Al-Ra’simaliyyah wa Qurb Inhiyariha (1)’, diterbitkan oleh Majalah Waie edisi 394)

Visits: 11

Tags

Bagikan tulisan ini

Tulisan menarik lainnya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Category

Gabung Channel Telegram